Friday, November 13, 2015

So,

So,
Never imagined before that there's someone who is still excited to listen to my stories day by day... Keep asking me how way your day, everyday.
Never imagined before that he also told me how his day, how exciting his life was and put his caring on our conversation.

And it happens everyday, since we know each other. We didn't meet yet.

He is smart. You know, smart person always steals my heart.
Handsomeness is relative.. :D
Our topic is wide enough, we never run out of idea.
But,
Still, I will never put any expectation on him. My fearness leaves a message to me.

"Ku terpikat pada tuturmu
Aku tersihir jiwamu
Terkagum pada pandangmu
Caramu melihat dunia
Ku harap kau tahu bahwa ku
Terinspirasi hatimu
Ku tak harus memilikimu
Tapi bolehkah ku slalu didekatmu"
Raisa - Jatuh Hati


Bogor, 21 Februari 2015. 12:56

It's All Beyond My Expectation

It's all beyond my expectation to finally know you with this way.
It's all beyond my expectation to know you as a kind and humble person.
It's all beyond my expectation to know you that you're as warm as a cup of coffee.

But,

I don't know whether you are still beyond my expectation or not... if you are not the answer of my prayers.

O Allah,
Let me meet my other half.
If he is far away, let him be close to me.
If he is close to me, let us unite.
If we are united, please guide us to Your Destiny.

February 16, 2015. 10.57

Dilla went to Malay - Thai 2014: Beautiful Bangkok Day 2


“Stop this train, I want to get off and go home again…
I can’t take the speed it’s moving in…
I know I can’t…
But, honestly, won’t someone stop this train…?”

Lagu Stop This Train milik John Mayer sayup-sayup mengiringi suara hujan yang terdengar dari kamar hotel saat saya terbangun dari tidur malam yang lumayan nyenyak – saking capeknya. Ya, ternyata pagi ini Bangkok diguyur hujan yang cukup deras, sehingga membuat jalanan di sekitar hotel kami agak becek – tidak jauh berbeda dengan di Jakarta saat setelah hujan airnya menggenangi lubang jalan. Oleh sebab itu, kami putuskan untuk tidak terlalu terburu-buru berangkat melancong. Kami tunggu hujan agak reda sambil sarapan di lantai dasar hotel.

Tujuan pertama kami hari ini adalah Wat Pho yang dikenal sebagai Candi Budha tempat bernaung patung ikonik The Reclining Buddha. Jarak antara Khaosan Road dan Wat Pho tidak terlalu jauh, hanya 2,4 km, sehingga kalau mau berhemat masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Berhubung setelah hujan cuaca mendadak cerah, kami putuskan untuk mencapai Wat Pho dengan berjalan kaki sambil menikmati udara pagi Bangkok yang sangat lembab – lebih lembab dari Jakarta.

Coret-coretan lucuk di dekat Khaosan Road


Patung Gajah di persimpangan jalan menuju Wat Pho

Detailnya... imut-imut.



Satu yang menurut saya berkesan selama saya berada di Bangkok: saya suka sekali dengan trotoarnya yang lebar-lebar! Rata-rata trotoar di Bangkok memiliki lebar 2-3 meter. Ini tentunya membuat para pejalan kaki merasa nyaman untuk berjalan kaki menikmati pemandangan kota Bangkok. Jika di Indonesia kamu menemukan pedagang kaki lima yang “gak bisa lihat trotoar nganggur”, disini kamu juga akan menemukannya, tapi sebatas di trotoar yang jaraknya sangat dekat dengan obyek wisata. Paling tidak, dengan fasilitas trotoar yan super lebar ini saya tidak merasa terganggu atau mengganggu lapak pedagang kaki lima yang besar lapaknya tidak seberapa itu.

Saya pikir, Bangkok akan mirip dengan Jakarta setelah hujan; langit akan mendung, sesekali petir dan kilat memperlihatkan eksistensinya. Nyatanya tidak. Setelah hujan, Bangkok menjelma menjadi kota yang super panas dan super lembab! Berjalan kaki menuju Wat Pho saja sudah membuat kaos basah dan hampir dehidrasi. Beruntungnya, kami menerima kenyataan bahwa beli tiket masuk Wat Pho gratis air mineral! Alhamdulillah, kayaknya pengelola obyek wisata di Thailand paham banget kalau disini super super panas. Plus plus-nya juga, di Wat Pho ada fasilitas air siap minum gratis, jadi kami tidak perlu beli air mineral lagi, lagi, dan lagi… *backpacker kelas bawah super hemat*

Harga tiket masuk Wat Pho adalah 100 Baht atau sekitar empat puluh ribu rupiah. Ini harga yang cukup relevan dengan biaya perawatan yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah Thailand dalam rangka melestarikan kuil seindah ini. Banyak sekali ornamen-ornamen berlapis emas yang, pastinya, butuh effort lebih dalam merawatnya.



Genggong and The Super Huge Reclining Budha~







Setelah puas memanjakan mata dengan pemandangan stupa-stupa nan cantik di Wat Pho, kami bertolak ke Grand Palace yang lokasinya bersebelahan dengan Wat Pho. Sebenarnya, sih, Wat Pho dan Grand Palace masih satu distrik yang terpisah dengan jalan raya. tetapi karena pintu masuk Grand Palace ada di bagian utara komplek (sementara pintu masuk Wat Pho ada di selatan Grand Palace), jadilah kami harus “muterin” Grand Palace.

Di beberapa blog yang saya baca sebelum traveling, tidak sedikit blogger yang memberikan warning untuk berhati-hati saat berada di wilayah Grand Palace, karena banyaknya scam yang siap-siap tipu-tipu. Modusnya, sih, dengan bilang kalau Grand Palace tutup dan sang scam akan mengajak kita jalan-jalan ke kuil lain -- padahal dia bakal ajak kita ke toko perhiasan. Tapi, lagi-lagi kita bertiga nggak disamperin scam selama disana (boro-boro ketemu dan ditawarin, ngerti sama bahasanya aja enggak :D)





Grand Palace adalah tempat bersejarah yang sarat akan nilai budaya *beneran*. Perlu diketahui bahwa warna emas yang banyak kita temui pada bangunan-bangunannya merupakan sepuhan emas beneran yang butuh biaya maintenance yang nggak sedikit. Salut sama Kerajaan Thailand yang menaruh perhatian penuh sama bangunan bersejarah yang mereka punya, dan salut juga sama resiko perawatan bangunan yang sudah siap mereka emban!

Waktu sudah menunjukkan pukul 15.00 saat kita selesai muter-muter Grand Palace. Laper banget, pastinya. Keluar dari Grand Palace, kami berencana untuk ke Wat Arun yang terletak di seberang Sungai Chao Praya. Untuk mengakses Wat Arun, kami harus menyeberangi Sungai Chao Praya naik Cross River Ferry dari Tha Tien Pier (nama pelabuhan perahu di dekat Wat Pho). Di bagian luar Tha Tien Pier ada Pasar yang didominasi oleh penjual santapan khas Thailand dan buah-buahan. Tanpa pikir panjang, kita-kita langsung melipir cari makan sebelum nyeberang ke Wat Arun.

Entah kenapa kalau lagi jalan-jalan jauh pasti males makan. Pasti. Walaupun kita ngerasa lagi lapar. Kalaupun makan ya porsinya tidak sebanyak kalau lagi nggak jalan-jalan *apa sih*. Intinya, entah karena hemat atau karena memang tidak kepengen, saya dan Genggong hanya memesan Kue Srikaya 1 porsi dan Mango Sticky Rice alias nasi ketan pake mangga 1 porsi, buat bertiga. Sedikit, kan, porsinya? Alhamdulillah kenyang, sih. Sayang, penampakan hasil wisata kuliner kita di Tha Tien Pier gak sempat saya capture karena ga sabar pengen makan (1) dan baterai handphone ludes (2).

Selesai makan, ketika akan bertolak ke Wat Arun, tiba-tiba hujan turun. Yak! Gagal deh nyeberang ke Wat Arun. Kita bertiga juga tidak mau ambil resiko dengan hujan-hujanan kesana. Bisa gawat kalau kondisi tubuh tidak fit saat lagi berada d negara orang. Walau dengan berat hati, kami putuskan untuk tidak menyeberang dan mengisi waktu dengan muterin pasar nyari jajanan lucu dan murah meriah. Not bad, soalnya banyak pemandangan unik di pasar ini. Akhirnya perhatian kita tertuju pada durian monthong yang bertebaran di setiap sudut pasar. Okay, jajan durian lagi deh seperti pas di Kuala Lumpur. Tidak hanya buah durian saja yang kami cicip disini, kami juga cicip buah nanas Bangkok (kalau kata orang Indonesia) yang manis banget banget dan cicip buah mangga juga. Bukan mangga harumanis sih, tapi segarnya tidak tergantikan oleh mangga-mangga yang ada di Indonesia, menurut saya. :)

Ternyata cara menikmati Wat Arun tidak harus dengan "nyeberang". Saat di perjalanan pulang ke hotel, kami melipir di sebuah taman di pinggir sungai Chao Praya. Saya lupa nama tamannya. Di taman itu kami bisa melihat pemandangan Wat Arun dari seberang saat petang tiba, dihiasi dengan cahaya matahari tenggelam nan indah. Pemandangan yang luar biasa dan lumayan membantu melepas lelah lebih cepat (asik).

Pardon those noises. Wat Arun on Sunset.



Wat Arun dari seberang Sungai Chao Praya

Puas dengan pemandangan yang indah dan lelah yang sudah released, kami putuskan untuk pulang ke hotel dan mempersiapkan jalan-jalan hari keempat: AYUTHTAYA! :) 

Kalau punya cerita Bangkok yang bisa di-share disini, monggo, lho, teman-teman. :)



Salam jalan-jalan random,
Leila Fadilla

Tuesday, October 27, 2015

Ngobrolin Persiapan Pernikahan


Halo Assalamualaikum!

Eh, saya masih punya hutang menulis hari kedua dan ketiga Malay – Thai Trip 2014 ya? Maafkeun, karena satu dan lain hal, saya pending dulu ya. *padahal karena dokumentasi pada tercecer entah kemana dan sibuk ngurus perintilan persiapan nikah*

Akhir-akhir ini saya disibukkan dengan aktivitas persiapan pernikahan. Maklum, saya dan si calon hanya punya waktu 6 bulan untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Jangan kaget kalau baca “hanya 6 bulan”, “trend” persiapan pernikahan di Jakarta memang butuh range waktu yang panjang terutama masalah venue pernikahan. Saya dan calon bisa siap-siap dalam waktu segitu singkatnya juga sudah Alhamdulillah, hahaha.

Rasanya…
Bagaimana rasanya mempersiapkan pernikahan? Hmmm, pertama, SERU! Mulai dari menentukan venue, catering, dekorasi dan wardrobe, fotografi dan yang lainnya, semuanya seru banget. mungkin pada dasarnya saya memang tipe anak yang suka KEPO (knowing every particular object) jadi kalau saya disuruh cari tahu mana yang bagus, punya reputasi baik, dan affordable, dengan senang hati saya akan ngubek-ngubek di social media atau blog-blog yang ngebahas review vendor-vendor pernikahan.

Perlukah WO?
Dalam masa persiapan, saya gak begitu rush dengan perintilan pernikahan karena saya memutuskan untuk menggunakan jasa Wedding Organizer (WO). Beberapa teman bilang “Dil, daripada pakai WO, mending uangnya dialokasikan ke perintilan yang lain, deh.” Tapi dengan waktu persiapan yang lumayan tight, rasanya gak mungkin untuk gak pakai WO. Beside, di “D-Day”, saya ingin keluarga dan kerabat terdekat bisa menyaksikan akad nikah dan menikmati walimahan tanpa punya tanggung jawab ngurus ini-itu. Buat saya, WO itu ibarat personal assistant yang mengingatkan perintilan-perintilan tak terduga. Emang, sih, biasanya kalau habis meeting sama WO kepala jadi pusing karena sedertan to-do-list ini belum itu belum langsung ter-raise-up. Mending pusingnya sekarang daripada nanti! Ya kan?

Tradisional vs Kekinian
Saya sangat mengimpikan pernikahan tradisional sejak kecil. Setiap datang ke akad nikah atau resepsi pernikahan kerabat, saya selalu disuguhkan dengan pemandangan Aesan Gede, pakaian adat khas Sumatera Selatan yang membuat saya semakin kepengen menggunakan pakaian tersebut. Maka, ketika D-Day is about to come, saya gak banyak pikir, langsung memilih adat Sumatera Selatan sebagai adat yang akan saya gunakan. Alhamdulillah, sang calon juga memiliki darah Sumatera Selatan sehingga tidak ada masalah yang berarti saat memilih adat.

Pernikahan simple nan kekinian memang saat ini menjadi tren. Kakak saya sempat memberi masukan untuk membuat resepsi pernikahan dengan tema outdoor party. Hmmm, sayangnya, saya tetap menginginkan kekentalan budaya Sumatera Selatan di dalam ruangan yang nyaman. Jadi, untuk saat ini, menjadi penikmat foto-foto outdoor wedding party yang bersebaran di social media sudah cukup buat saya.

So, siapakah di antara kamu yang sudah mempersiapkan pernikahan dari jauh-jauh hari?
Apakah kamu akan menggunakan WO atau mempersiapkan segala sesuatunya sendiri?
Pilih tradisional atau kekinian?

Berbagi pengalaman, yuk, teman-teman!

Xoxo,
DillaZilla

Wednesday, October 7, 2015

I've just pressed a BRIDEZILLA button! Welcome to the jungle!

Ternyata, keren itu bukan hanya “What you’ve already prepared to build a family” tetapi juga “How big your commitment is to build a family.”

Ternyata, some problems when facing a wedding preparation may come from your closest people.

*Leila Fadilla is becoming a bridezilla*

*and I will face it for 3 months ahead*

*selingan menuju postingan Day 2 Bangkok*


Regards,

DillaZilla

Sunday, September 13, 2015

Dilla went to Malay - Thai 2014: Between Kuala Lumpur and Bangkok

Being half day tourist in Malaysia

Tidur nyenyak semalam dipesembahkan oleh Durian Malaysia dan Chinese Food di kawasan Jalan Alor, Bukit Bintang. Kalau kata Oom Bondan Winarno, top markotop!


Setelah bersiap-siap, sarapan, dan check out, kami memutuskan untuk tidak jalan-jalan terlalu jauh supaya pesawat pukul 2 siang ke Bangkok terkejar oleh kami. Akhirnya kami sepakat untuk numpang foto di menara kembar Petronas, hahaha. Nggak terlalu istimewa, sepertinya, tetapi buat kami yang lagi reuni, justru kenorakkan ini yang kami tunggu-tunggu.

Untuk menuju menara kembar, kami hanya perlu naik fasilitas GO KL City Bus Free Service kemudian turun di KLCC. Asiiik. Gak sampai 15 menit, kami sudah bisa berdiri tegak di depan menara kembar tersebut! :)


Tadaaa! Zuper happy faces :D


Butuh isi energi setelah foto-foto dan berjalan kaki di sekitar menara kembar? Ada kuliner yang wajib dicoba di dekat menara kembar, yaitu Nasi Kandar Pelita. Yep, ini adalah nasi khas India – Melayu yang sangat terkenal di Malaysia, terutama dengan menu andalannya yaitu Nasi Briyani dengan Ayam Goreng Madu atau Kari Sotong. Jujur saja, kami yang sudah sarapan di hostel pun begitu mencium aroma makanannya langsung merasa lapar lagi, entah hanya sugesti atau lapar beneran. Dari depan menara kembar Petronas kami tinggal berjalan kaki ke kanan sejauh 300 meter, kemudian Restoran Nasi Kandar Pelita terlihat sudah menyambut kami dengan aroma karinya yang sangat sedap.

Adalah, saya bertemu orang Indonesia yang bekerja menjadi pelayan di Nasi Kandar Pelita! Ah, senangnya! Kali pertama kami sadar bahwa yang menghampiri kami adalah orang Indonesia adalah saat sang pelayan menyapa kami dengan “Mau pesan apa, Mbak?” Oh my God! Hehehe. Tadinya kami kikuk mau ngomong pakai bahasa Melayu ala ala, tapi beruntungnya kami disamperin pelayan Indonesia asli. :D

Kami memesan Nasi Briyani dan Kari Sotong, Nasi Briyani dan Ayam Goreng Madu, serta Roti Prata. Porsi yang gila untuk ukuran tiga perempuan berbadan biasa-biasa saja macam kami. Namanya lapar, Sis…

Sayang sekali, semua menu yang kami pesan sudah sukses masuk ke perut sebelum kami mengambil gambarnya. saya pribadi hanya bisa berkata… bahwa… di restoran inilah Nasi Briyani terenak yang pernah saya cicipi berada. A must visit culinary experience in Kuala Lumpur. Masalah harga, tidak begitu mahal, setara empat puluh ribu rupiah untuk seporsi Nasi Briyani (dengan porsi “badak” pastinya), buat yang budget travelling, masih bisa disiasati dengan satu porsi untuk berdua, kok!

Roti Prata-nya juga sukses buat saya jatuh cinta. Kayaknya Kari India terbaik yang pernah saya cicipi ya di Malaysia ini… nyam. Enak banget banget! Fiks saya cocok sama Kari bikinan orang India Malaysia. Maknyus!

Sudah memanjakan mata dengan pemandangan menara kembar, sudah isi amunisi dengan Nasi Briyani tersedap di Kuala Lumpur, kami bertolak ke KL Sentral naik GO KL kembali, kemudian melanjutkan perjalanan ke KLIA2 naik KL Transit.


Sawasdee, Bangkok!

Bangkok itu lebih gila dari Jakarta! Kira-kira itulah kesan pertama saya saat saat berinteraksi dengan segala sesuatu tentang Bangkok. Sukses mendarat pukul setengah empat waktu Bangkok, saya dan Genggong segera keluar bandara menuju halte bus terdekat untuk, paling tidak, bisa langsung bertanya-tanya dengan yang duduk-duduk disana mengenai kejelasan transportasi Bangkok yang absurd.

Kurang lebih empat puluh lima menit kami berjibaku dengan Mbak-mbak dan Mas-mas Bangkok untuk bertanya “Bagaimana caranya ke Khaosan Road?”. Susah banget, atau, kami yang tidak beruntung hari itu dipertemukan dengan yang nggak bisa bahasa Inggris. Dan yang kami takutkan pun terjadi: salah naik bus. Beruntung, saat kami salah naik bus, kami langsung diberi arahan oleh sang ibu kenek yang kalau dilihat dari gelagatnya sepertinya biasa bertemu turis asing yang nggak paham bahasa ibunya. Di halte berikutnya, kami turun.

Tapi, turunnya gak mulus.

Supir bus ngerem dengan cara yang nggak asik. Super mendadak, men. Eceu sampai jatuh terjerembab karena ulah sang supir bus. Perempuan segede-gede gini jatuh, ya, super tengsin lah.

Saya sampai pijit-pijit kepala di hari pertama sampai di Bangkok ini sambil bilang gini amat, sih hahahaha.

Di halte berikutnya, kami bertemu dengan pria baik hati yang bahasa Inggrisnya "mendingan" yang mau memberikan petunjuk untuk menuju Khaosan Road. Tapi sayang, saya lupa namanya (kamu bisa bayangkan nama orang Thai yang menurut Indonesian susah dilafalkan). Ganteng sih, hahaha (gak fokus). Sebut saja Mister Ganteng. Mister Ganteng bahasa Inggrisnya lumayan, paling tidak dia paham apa yang saya dan Genggong maksud. Kami ditemani naik bus sampai Victory Monument dan diberi tahu dengan clear bus nomor berapa yang harus kami tumpangi selanjutnya. Di perjalanan, saya sedikit  mengobrol dengan Mister Ganteng, bertanya “kuliah dimana” kemudian dijawab “saya sudah bekerja”. Whoops, salah! Ya, memang sih, orang Thailand itu wajahnya baby face. Nggak cewek, nggak cowok, sama-sama imut. Dipikir masih kuliah, gak tahunya sudah bekerja.

Pukul delapan malam kami sampai Khaosan Road; salah satu pusat hip hip huranya Bangkok. Meskipun demikian, “Khaosan” sendiri berarti “lumbung beras” yang dulunya dikenal sebagai pasar beras di Bangkok. Khaosan Road dipenuhi dengan Bar, diskotik, tattoo art space, tempat pijat, dan berbagai tempat hanging out lainnya. Disini juga banyak dijual kaos-kaos band, merk minuman beralkohol, dan juga kaos ikonik Thailand bergambarkan gajah. 

Kami langsung berjalan kaki menyusuri Khaosan Road, dimana para turis “baru” mulai keluar dari sarangnya untuk bersenang-senang. Mungkin agak awkward juga, sih, turis-turis disana melihat gadis berkerudung melintasi Khaosan Road di malam hari kayak begini. :D

Sambil menikmati pemandangan malam Khaosan, kami mengarahkan perjalanan kami ke Sawasdee Banglumpoo Inn, hotel bintang dua yang menurut website Air Asia Go lumayan lah fasilitasnya (saya bingung ini pesen hotel gratis tiket pesawat atau sebaliknya). Letaknya di belakang Khaosan Road, jadi kami harus melewat gang sepanjang kurang lebih 200 meter-an untuk dapat menemui Sawasdee Banglumpoo Inn. Sukses check in, super gembira akhirnya ketemu kasur juga. Sayang tapi sayang, hotel tidak menyediakan WiFi gratisan. Kalau mau WiFi-an, kita harus “beli” password seharga 50 baht per 6 jam atau 100 baht per 24 jam.
*ternyata tidak segratis itu*

Pengalaman gila hari ini masih belum segila pengalaman hari kedua dan ketiga, yang bakal saya paparkan pada postingan berikutnya. Stay tuned!


Thursday, September 10, 2015

Dilla went to Malay - Thai 2014: A kind central government called Putrajaya

Ternyata mencoba menggali-gali memori membutuhkan tenaga yang ekstra yah…

Mohon maaf atas keterbatasan dokumentasi pada setiap tulisan saya, karena laptop nge-blog beda sama laptop backup *gaya*. Kalau fotonya sudah ketemu, pasti saya update di blog!

Setelah drama paspor beres, saya sudah bisa fokus mempersiapkan perintilan jalan-jalan serta membereskan outstanding pekerjaan kantor yang, mungkin saja, gak bisa di-hand over ke teman setim. Outstanding pekerjaan kantor menjadi hal yang mandatory karena, seminggu sebelum berangkat, saya mendapat ancaman dari Pak Bos: kalau assignment yang diberikan ke saya belum selesai, form cuti saya ditolak! Which means, kalau sampai ditolak, gagal deh impian saya buat cuti panjang dan backpacking keluar negeri, berhubung ini adalah kali pertama keluar Indonesia setelah hampir 22 tahun “betah” di negara sendiri.

Setelah struggling selama kurang lebih dua minggu ngelembur di kantor, pulang minimal jam 10 malam (sehari sebelum berangkat pulang jam setengah 12 bahkan!), akhirnya semua assignment beres dan bisa berangkat dengan tenang. Walaupun hanya dapat jatah tidur malam 3 jam karena harus mengejar pesawat ke Kuala Lumpur pukul 6 pagi, gak apa-apa deh.

Saya berangkat dari kost-an di daerah Kebagusan pukul setengah 3 pagi. Kok pagi banget? iya, kata teman-teman yang hobi melancong, Tol Lingkar Luar Barat justru macetnya saat pagi-pagi buta. Jadi saya percaya-percaya aja sama mereka, meskipun ternyata Tol Lingkar Luar Barat kosong melompong dan waktu tempuh Kebagusan-Bandara Soekarno Hatta hanya dua puluh lima menit! Yah mendingan kecepetan, sih, daripada terlambat. Lumayan, saya punya waktu luang untuk charge handphone, beli minuman yang hangat-hangat dan tidur ayam di JCO Terminal 3.

Ini adalah kali pertama saya keluar Indonesia setelah hampir 22 tahun, sendirian. Jadi, kebayang, kan, experience ke-kikuk-kan saya pas melewati petugas imigrasi, even itu adalah petugas imigrasi di Negara saya sendiri. Tetap saya saat melewatinya, tangan dingin nggak karuan takut gak diizinkan keluar dari Indonesia… lebay. Tapi yeay Alhamdulillah, saya sukses melewati pemeriksaan petugas imigrasi! Petugas memberikan cap di paspor saya dan Voila! Secara dokumen, saya dinyatakan sudah keluar dari Indonesia.

Saya memang sengaja memesan tiket pesawat Jakarta-Kuala Lumpur dan Kuala Lumpur-Bangkok. Berhubung experience keluar negeri saya yang super terbatas, maka ketika ada kesempatannya saya gunakan momen ini untuk jalan-jalan ke dua negara sekaligus. Saya super penasaran sama daerah Putrajaya di Malaysia, yang merupakan pusat pemerintahan negara Malaysia. Lihat review di blog teman, Putrajaya merupakan daerah yang jauh dari pusat kota Kuala Lumpur, lebih dekat dengan KLIA2 jika ditempuh dengan kereta cepat KLIA Express atau KLIA Transit. Kotanya bersih, tertib dan sudah dilengkapi dengan fasilitas transportasi yang sangat Mumpuni. Mesjidnya aja bagus banget…

Mesjid Putra nan cantik, terletak di Kawasan Putrajaya, Malaysia.



Kenapa sih penasaran? Karena saya ingin melihat langsung bagaimana kondisi pusat pemerintahan sebuah negara yang letaknya bukan di Ibukota negara. Sesimpel itu keinginan saya. Karena seperti yang kita tahu bahwa Indonesia berpusat pemerintahan di Jakarta, sama dengan Ibukota negaranya. Ya bukannya nggak mungkin, kan, jika pusat pemerintahan Indonesia dipindahkan, mengingat Jakarta sudah sangat sumpek karena bukan hanya pusat pemerintahan, tapi juga pusat perdagangan dan pusat industrinya Indonesia.

Kalau untuk objek wisata lainnya, entah kenapa, saya gak begitu tertarik, hehehe. Saya lebih penasaran dengan kuliner Malaysia ketimbang objek wisatanya. Penasaran lainnya yang harus dijawab di Malaysia adalah mencicipi Nasi Briyani asli bikinan India Malay, plus durian Malaysia yang katanya nikmat banget itu.

Perjalanan Jakarta – Kuala Lumpur memakan waktu kurang lebih satu setengah jam. Saya sampai di Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA2) pukul 08.30 waktu Kuala Lumpur. Lagi-lagi saya mau menceritakan kenorakkan saya saat mampir ke Bandara negara lain. It is a huge airport, I think. Mungkin karena terminal-terminal keberangkatan di Bandara KLIA2 tidak terpisah-pisah bangunannya seperti di Indonesia ya. Jadi pesawatnya pada “parkir” di sepanjang bangunan KLIA2, berikut gambarnya:

Ilustrasi KLIA 2. Mantep ya.

Selebihnya saya gak begitu norak, sebab kalau saya bercerita KLIA2 dipenuhi oleh toko oleh-oleh, dimana-mana juga seperti itu, sih. Hehehe. Tetapi saya akui KLIA2 adalah bandara yang bersih, nyaman, tertib dan berfasilitas lengkap.

Selesai lolos petugas imigrasi Malaysia, saya langsung mencari loket pembelian tiket KLIA Transit di sekitar Bandara, yang ternyata tidak perlu keluar Bandara untuk mendapatkannya. Untuk pemberhentian Cyberjaya-Putrajaya, ongkos yang dibebani adalah 6.2 Ringgit atau sekitar 24 ribu rupiah. Cukup mahal, sih, kalau kita bandingkan dengan ongkos Commuterline di Jakarta. Tapi harga tersebut terbayar dengan fasilitas WiFi-nya (you know your life will definitely depend on WiFi connection once you go abroad) dan kenyamanan kereta itu sendiri. No gontok-gontokan kayak di Gerbang Wanita Commuterline! Hehehe..

Suasana di dalam KL Transit. Nyaman sekali...

Waktu menunjukkan pukul 09.00 waktu KL, sementara saya berencana naik KL Transit pukul 09.12. Ah, ternyata KL Transit yang saya inginkan sudah “ngetem” di jalurnya. Karena transportasi di KL ini tepat waktu, maka saya nggak mau ambil resiko untuk bersantai ria. Saya langsung naik dan cari tempat duduk asyik menghadap ke jendela sembari mencari informasi mengenai transportasi buat muter-muter di Putrajaya nanti. Awalnya ekspektasi saya sama pemandangan Malaysia tuh tinggi banget! semacam bisa sight-seeing gitu lah. Tapi ternyata pemandangan KLIA2-Putrajaya gak seindah yang saya bayangkan karena yang menghampar hanyalah perkebunan sawit dan kebun apalah itu, saya juga gak tahu. Yang jelas, gak begitu menarik. Sehingga saya memutuskan untuk menunduk dan memilih bercengkrama dengan handphone kesayangan, lagi-lagi untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang Putrajaya.

Sekitar 15 menit kemudian, KLIA Transit yang saya naiki tiba di Cyberjaya-Putrajaya. Kesan pertama turun di stasiun Cyberjaya-Putrajaya: SEPI. Ini pusat pemerintahan beneran, kan? lagi-lagi ekspektasi saya meleset. Nggak selalu yang namanya pusat pemerintahan itu ramai, Kodil. Dari stasiun, saya agak lama mencari informasi mengenai nomor bus yang harus saya naiki untuk mencapai Masjid Putra, ternyata pagi-pagi begitu pusat informasi turisnya belum buka… yasudahlah, toh masih serumpun jugak, kan, sama Malaysia, saya tanya-tanya saja sama orang sekitar pakai bahasa Indonesia. Setelah bercakap-cakap dengan bahasa gado-gado, diketahui bahwa saya harus naik bus L11 Jurusan Putrajaya Sentral-Precint 4, 3, 2 dan turun di halte Masjid Putra. Akhirnya!

Dari halte, saya masih harus berjalan melewati taman yang luas untuk bisa sampai di Mesjid Putra… hmmm. Jauh sih… tapi saya sangat menikmati pemandangan disini. Tamannya bersih banget dan super terawat! Walaupun cuaca pagi-pagi di Malaysia aja udah panas banget, tapi tetep nikmat rasanya kalau dikelilingi sama taman cantik disini.

Taman yang mesti dilintasi jika mengarah ke Mesjid Putra.


Sebentar lagi sampai...


Masjid Putra dari kejauhan.


Panoramic picture of Masjid Putra.


Waktu menunjukkan pukul 11.00 ketika sampai di Masjid Putra. saya langsung masuk ke area masjid untuk berteduh sekalian shalat Dzuhur.

Ada hal yang sedikit memalukan buat saya pribadi sebagai seorang Muslimah.

Untuk memasuki komplek Mesjid Putra, wanita dan pria yang terlihat auratnya wajib menggunakan jubah yang dipinjamkan secara cuma-cuma di sebelah kiri pintu masuk Mesjid. Saya sih cuek aja masuk, pikir saya, saya juga sudah pakai pakaian tertutup (celana jeans dan kaos lengan panjang) dan jilbab kan. ternyata, beberapa detik setelah “nyelonong” masuk, saya kena tegur petugas Mesjid! Intinya, Bapak yang baik itu berkata seperti ini…

“Kak, mohon maaf… menggunakan celana ketat tidak diijinkan disini. Sehingga Kakak wajib menggunakan jubah untuk menutupi aurat Kakak…”

Hiks. Bapak benar, Pak. Saya saja yang masih bandel pakai jeans kayak begini.

Sambil tersenyum kecut menyebalkan saking malunya, saya gunakan jubah merah ala ala pelajar di Hogwarts. Dan, langsung selfie pake tongsis andalan.

Dekil. Kepanasan.






Saya jatuh cinta pada pandangan pertama dengan arsitektur Mesjid Putra, terutama untuk bagian dalam mesjidnya. Subhanallah, berulang kali saya mengucap syukur saat melihat keindahan Rumah Allah yang juga “dicap” sebagai salah satu masjid tercantik di Malaysia ini. Indah sekali…

Selesai shalat Dzuhur dan memanjakan mata, saya memutuskan untuk kembali ke Stasiun Cyberjaya-Putrajaya untuk naik KL Transit ke KL Sentral. Waktu tempuhnya hanya 20 menit. KL Sentral merupakan stasiun kereta api sentral di Kuala Lumpur, Malaysia, yang dipersiapkan sebagai hub (pangkalan) beberapa moda transportasi (Wikipedia). Dari KL Sentral, saya bisa nge-mall dulu karena ada mall disana, atau langsung menuju hostel menggunakan transportasi monorail.

Karena sudah cukup lelah panas-panasan, sepertinya pilihan terbaik adalah langsung menuju hostel dan beristirahat serta ketemuan sama Mel yang sudah check in duluan. Hostel yang akan saya inapi, KL Sunshine Bedz, terletak di pusat kota Kuala Lumpur, Bukit Bintang. Dari KL Sentral cukup dengan naik Monorail menuju Stasiun Bukit Bintang kemudian jalan kaki kira-kira 100 meter dari Stasiun ke arah McDonald’s Bukit Bintang, setelah itu sampai deh! KL Sushine Bedz terletak tepat di sebelah McDonald’s Bukit Bintang. Bagi teman-teman yang berencana backpacking dan menginap di Hostel, saya sangat merekomendasikan tempat ini karena fasilitasnya yang OKE banget. kamu sudah dapat handuk gratis, WiFi sepuasnya gratis dan sarapan gratis pula! Kalau nggak salah, sih, per malamnya hanya 150 ribu an kok, sangat murah untuk ukuran Hostel dengan fasilitas memadai dan berada di pusat kota.


Sesampai di KL Sunshine Bedz, saya langsung selonjoran asik dan ngobrol sama Mel si penggagas jalan-jalan sambil nungguin Eceu yang sedang melewati perjalanan darat dari Batam ke Kuala Lumpur.


Hari pertama di Putrajaya dan Kuala Lumpur mungkin adalah perjalanan yang tidak begitu istimewa, namun sadar nggak sadar banyak sentilan-sentilan yang Allah kasih ke saya di hari pertama ini. Diingatkan… supaya terus bersyukur.


Sampai jumpa di postingan hari kedua: Kuala Lumpur – Bangkok!


Thursday, September 3, 2015

Ritme Menulis yang Terlalu Cepat

Pernah ngerasa gitu, nggak, bagi teman-teman penulis pemula?

Saya lagi merasa seperti itu sih, merasa kalau ritme menulis saya terlalu cepat. Saya kurang bisa mendeskripsikan keadaan seperti actualnya. Jadi jatuhnya menulis seperti kejar setoran.

Padahal, kalau baca blog, sepertinya poin penting dari, kenapa sih tulisan dia enak dibaca? Itu ternyata karena penulis-penulis kece itu mampu mendeskripsikan detail kejadiannya, perasaannya dan materi topik yang sedang mereka coba untuk paparkan.

Mari kita eksplor lagi mengenai ritme tulisan dan gaya menulis sesuai karakter (yang terakhir tambahan).

Have a good day, Everyone!

Tuesday, August 25, 2015

Dilla went to Malay – Thai 2014: Drama Paspor

Hai Assalamualaikum!

Yak! Seperti judulnya, saya mau berbagi derita drama ketika saya mengurus paspor di tahun 2014 kemarin. Sebenernya nggak bakalan curhat menye-menye sih, tapi lebih ke berbagi pengalaman mengurus paspor. Semoga bermanfaat buat teman-teman yang akan mengurus paspor sendiri ya.

Sumber gambar: thejakartapost.com


Saya akan berangkat dari lesson learned-nya dulu. Yaitu: jangan sekali-kali terlambat ambil paspor kamu lebih dari sebulan pas udah jadi, atau paspor kamu bakal digunting-gunting sama petugas imigrasi!

Jadi ceritanya, April 2013 saya sudah memulai proses pembuatan paspor. Saya state memulai karena paspornya belum saya ambil sampai bulan Juni 2014. Hahahaha gila yah. Waktu itu saya urus online dan tanpa calo di Kantor Imigrasi Kelas II Kota Depok, lokasinya di dalam Komplek Grand Depok City (warga Depok pasti sudah paham betul dengan GDC). Ada juga sih keuntungan urus dengan registrasi secara online terlebih dahulu, nantinya antrian kita akan terpisah dari antrian yang mengurus paspor biasa, secara yang tahu informasi urus paspor online baru segelintir orang, jadi antriannya lebih sedikit dan check list perintilan lebih cepat diselesaikan karena sudah kita upload terlebih dahulu di website Imigrasi. Untuk proses lainnya tidak berbeda dengan urus paspor pada umumnya, yaitu foto - bayar di Bank - hari Jumatnya jadwal ambil paspor deh.

Awalnya saya berniat mengurus paspor supaya punya akses ke Singapore pas saya mengunjungi Eceu ke Batam nanti. Ternyata, paspor saya belum jadi sampai dengan hari keberangkatan ke Batam. Duh.

Akhirnya rencana berubah total. Saya dan Eceu gak jadi ke Singapore, hanya keliling-keliling Batam selama 4 hari.. Buru-buru yang sangat useless... :(

Pulang dari Batam, kerjaan membludak banget! maklum, saat itu status saya adalah anak agency penuh dedikasi yang posisinya nggak punya back to back di kantor. Sedih ya. *curhat* akhirnya pengambilan paspor tertunda lagi... lagi... dan lagi.

Sempat juga saya titipkan slip pengambilan paspor ke Mami, barangkali Mami mau bantu ambil paspor saya hehehe, tapi kan ibu-ibu mah sibuk banget ya. saya juga nggak mau memaksakan Mami untuk mengambil paspor saya tepat waktu. Yang walaupun in the end jadinya nggak diambil juga sih sama Mami. :(

Bulan Juni, Juli, Agustus, September, sampai akhirnya bulan Juni lagi tapi tahunnya 2014 dan saya belum juga mengambil paspor itu. Sementara saya sudah beli tiket ke Bangkok dan ke Jepang untuk keberangkatan tiga bulan kemudian. Ya, mau nggak mau saya harus urus paspor segera. Bisa gak bisa ambil pokoknya harus dipaksa ambil kalau kalau nggak sempat lagi seperti tahun lalu!

Akhirnya dengan modal nekat, nggak mencari tahu dan berasumsi kalau paspor saya masih tersimpan manis di Kantor Imigrasi Depok, saya datang ke Kantor Imigrasi dengan membawa slip pengambilan paspor. Saya kumpulkan di tempat pengambilan paspor tanpa rasa bersalah sedikitpun. Pura-pura cuek, pura-pura bodoh...

dan tibalah nama saya dipanggil. DANG!


P: “Ibu tahu kalau paspor ibu dibuat tahun 2013? Kenapa tidak diambil?”

D: (lah kenapa saya dimarahin) “Tahu, Pak. Mohon maaf saya baru sempat ambil sekarang.”

P: (sambil memperlihatkan paspor saya yang sudah dalam keadaan digunting-gunting) “Ok, ini sekarang paspor Ibu sudah kami gunting-gunting karena sudah tidak diambil lebih dari sebulan. Oleh sebab itu sekarang Ibu ke ruangan yang disana untuk foto ulang ya Bu. Ini sudah prosedurnya demikian.” – dengan muka petantang-petenteng.

D: (LAAH GALAK BANGET INI PETUGASNYA, petantang petenteng pula mukanya. sambil sedih melihat paspor saya yang sudah digunting-gunting) “Siap Pak.” – Karena butuh, ya udahlah disewotin sama orang diem aja, padahal mah di dalam hati dongkol banget hiks. Lagian saya juga gak mentaati prosedur yang berlaku di lingkungan Kantor Imigrasi sih, jadi yaaa siap-siap aja deh. :(

Akhirnya saya tanyakan bagaimana solusi untuk paspor guntingan seperti itu: apakah buat baru? atau mengganti bukunya saja tanpa harus membayar lagi?

Jadi, ternyata kita diarahkan untuk membuat paspor baru, namun di bagian belakang paspor terdapat catatan bahwa kita adalah EX pemegang paspor nomor sekian. Saya juga langsung diarahkan untuk foto ulang hari itu juga. Untungnya petugas foto ulangnya baik banget (dan ganteng mirip Oka Antara hahaha). Selama proses berlangsung saya diajak ngobrol dan diedukasi agar kedepannya dapat mengambil paspor tepat pada waktu yang ditentukan pada slip pengambilan paspor. Alhamdulillah, paspor pengganti saya hanya jadi 1 hari saja. Saat itu saya urus paspor hari Kamis, selesainya hari Jumat which is hanya 1 hari. Alhamdulillah, kelapangdadaan saya saat disemprot petugas imigrasi ternyata membuahkan hasil. :)

Besoknya, karena saya nggak mau kejadian ini berulang 2 kali, saya bela-belain ambil cuti setengah hari agar bisa langsung ambil paspor pas istirahat siang. Alhamdulillah, dengan hanya menunggu setengah jam sambil duduk manis dengar musik, nama saya dipanggil, dan paspor resmi di tangan saudara saudari! Senangnya kebangetan sih saya, karena urusan paspor ini dari awal udah dimulai dengan drama kali yah. :D

Maka dari itu, ini menjadi lesson learned yang sangat bermanfaat buat saya. Bahwa membuat paspor atau kartu identitas apapun yang berhubungan dengan tanda pengenal resmi adalah hal yang sangat penting. Dilarang keras untuk mengabaikannya. Jadi, jangan contoh saya yang gemar mengabaikan ya. :S

Sekian drama paspor saya ini, semoga bisa menjadi lesson learned bagi teman-teman yang akan mengurus paspor sendiri yaaa.

Yours Truly,

KODILZ

Dilla went to Malay – Thai 2014: Introduction

Halo Assalamualaikum!

Well, nyesel banget ya ternyata nggak pernah mengabadikan momen lewat tulisan. Duuuh. Saya baru sadar sekarang kalau foto aja gak cukup untuk mem back-up semua pengalaman menarik. Sebab waktu gak bisa diulang… hiks hiks.

Okay, sekarang saya berusaha buat susun kembali puzzle memori saya *ciyeh* dan coba mengabadikannya lewat tulisan. Semoga saya masih mampu buat mengingat setiap detail perjalanan saya ya!

Saya akan mulai dari perjalanan saya bersama geng gong jaman kuliah di STT Telkom, IT Telkom, Telkom University ke Malaysia dan Thailand tanggal 27 September – 1 Oktober 2014 yang lalu, Anggie dan Mel. Yippie! Senang banget akhirnya bisa jalan-jalan sama temen kuliah pas kerja. Rasanya gak pernah kebayang, kita bertiga berangkat dari propinsi yang berbeda, janjian di negara orang dan jalan-jalan ke negara orang pula. Saya dari Jakarta, Mel dari Bandung, Anggie dari Batam. Janjian di Kuala Lumpur jam 4 sore hari Sabtu 27 September 2015 *gaya*. Alhamdulillah, masih ada rejekinya buat backpack bareng cewe-cewe kece ini. *senyumlebaaar*

Jadi, semuanya berawal dari randomness Eceu (panggilan kesayangan saya buat Anggie) yang tiba-tiba ngajakin saya ke Bangkok di bulan April 2014 kemarin. Si Eceu dapet info dari Mel si ratu bolang IF kalau AirAsiaGo lagi promo booking hotel gratis tiket pesawat pulang pergi. Waaaah, mendengar yang kayak begitu apa gak bikin kuping panjang dan ambil langkah seribu buat beli tiket? Hehehe. Akhirnya saya susul Eceu dan Mel yang sudah booking tiket duluan buat nimbrung ikutan promo tentunya :D

Hasilnya? Dengan bayar 1,3 juta (setelah dikurskan ke IDR), saya dapat hotel 3 hari 3 malam di Bangkok gratis tiket PP Kuala Lumpur – Bangkok. Sebenarnya ini sudah termasuk mahal karena saya sewa hotelnya sendirian. Kalau ada teman untuk sharing kamar, mungkin saya bisa dapat harga yang lebih murah. Tapi, karena sudah dikomporin habis-habisan sama Eceu dan Mel, saya gak mau gak berangkat. Pokoknya saya harus berangkat juga! Hehehe.

Hello, Bangkok!
sumber foto: ini

Perjuangan belum beres. Saya baru sadar: gimana caranya saya bisa ke Kuala Lumpur dari Jakarta tanpa naik pesawat? Metang-mentang mau hemat terus jalan kaki, gitu? Hahahaha baru sadar. Iya, saya masih harus cari tiket pesawat Jakarta – Kuala Lumpur, kalau bisa, diusahakan sangat, sangat, semurah mungkin. Nah… mumpung masih masa promo Air Asia, sekalianlah saya cari tiket promo rute Jakarta – Kuala Lumpur PP. Lumayan banget, saya bisa dapet murah, hanya 750 ribu Jakarta – Kuala Lumpur PP. Ayey! Jadi kalau ditotal-total saya kena 2 juta untuk keseluruhan tiket dan hotel selama di Bangkok. Ini belum termasuk penginapan di Kuala Lumpur ya, karena kita bertiga berencana stay di Kuala Lumpur agak semalam untuk kenalan sama ibu kotanya negara tetangga yang sudah jauh lebih maju dari Jakarta ini *enough said* J

Tapi kita bertiga baru booking hostel di KL sekitar bulan Agustus *nyantai abis* biarin deh, yang penting udah booking buat ke Bangkok bareng-bareng.

Okay, bookingan tiket pesawat dan hotel sudah di tangan. Tapi saya masih punya peer penting yang super super mandatory yang belum saya beresin: PASPOR! Saat booking kemarin, saya memang agak nekat karena belum punya paspor. Yaa, memang Air Asia nggak mengharuskan customer untuk submit nomor paspor saat membeli tiket perjalanan ke luar negeri. Tapi tetep ajaaa, kalau gak ada paspor saya gak bisa berangkat dong.

Entah bagaimana ya, tapi memang hidup saya udah dibikin banyak dramanya. Bikin paspor aja ada dramanya. Tukar nama di tiket aja ada dramanya. Kasian! Hahaha.

Kira-kira begitulah introduction ke perjalanan saya bersama Eceu dan Mel ke Malaysia dan Thailand. Semuanya random abis dan penuh drama. Tapi kalau gak random, kayaknya kita bertiga gak akan berangkat-berangkat hehehehe.

Sampai jumpa di postingan berikutnya: drama paspor!


Go random go!

xxxKODILxxx

Tuesday, August 18, 2015

Review Vendor Lamaran Dilla - Aldis

Halo Assalamualaikum!

Seperti apa yang saya bilang di postingan sebelumnya. Kali ini saya akan ngebahas vendor yang saya pilih untuk proses khitbah tanggal 1 Agustus kemarin. Semua persiapan untuk lamaran ini saya dan Aldis yang persiapkan bersama. Para orang tua kami menjadi advisor. Alhamdulillah, meskipun mungkin terdapat banyak kekurangan, kami puas dengan apa yang sudah menjadi pilihan kami. :)

Nah, Setelah Papa-Mami setuju dengan tanggal yang Aldis dan orang tua Aldis propose, kita mulai ngider untuk survey nyari vendor di daerah Bogor dan sekitarnya. Kenapa Bogor dan sekitarnya sih? Karena sebenarnya saya lebih familiar sama Kota Bogor ketimbang Depok hehehe. Dari TK sampai SMA sekolah di Bogor, teman-teman pun banyak banget yang tinggal di Bogor. Yaudah deh...

Dan… berdasarkan hasil survey, baca review orang-orang di internet dan nanya sama temen-temen, inilah vendor yang akhirnya kita pilih:


Tenda: Kresna Decoration
Buat orang Bogor, kalau denger kata “tenda” pasti ingetnya Kresna Decoration. Karena dia memang salah satu sepuhnya vendor tenda dan dekorasi di Bogor. Kunjungan kami ke Kresna Decoration sebenarnya tidak sengaja, habis Aldis mengisi workshop di Universitas Pakuan, saya ngajak Aldis meeting untuk ngomongin budget lamaran dan nentuin Vendor, eh setelah meeting ternyata kita masih punya waktu beberapa jam untuk kunjungan ke vendor langsung. Akhirnya kita tentuin buat ke Kresna Decoration. Yah, sebenarnya juga karena Kresna Decoration doang vendor yang buka di hari Sabtu siih, hehehe.

Pas datang ke Kresna Decoration, kami berdua diarahkan untuk menemui bagian Marketing-nya yaitu Mba Lenny. Orangnya baik dan solutif (saya gak pake kata “banget” karena inilah tugasnya orang Marketing yah). Untuk tanya-tanya lebih detail ke Mba Lenny juga bisa lewat SMS, tenang aja, bakal direspon dengan cepat kok.

Dari segi kreasi tenda, Kresna Decoration top markotop… mereka menawarkan beberapa pilihan kreasi tenda, mulai dari yang mewah banget sampai yang simple tapi tetap terlihat elegan. Untuk harga juga cukup budget-friendly sih menurut saya, nah teman-teman bisa main di warna saja jika memilih tenda dengan 1 warna.

Proses deal-deal-an harga saya lakukan bersama si Mami di pertemuan kedua saya dengan Mba Lenny, berhubung si Mami kaaan orangnya jago tawar-menawar banget hehehe. Dan saya berhasil mendapatkan item di bawah ini dengan harga yang cukup kompetitif!
-                 24m2 Tenda Exclusive 1 Color warna merah marun
-                 Kursi Futura denga cover dan pita warna merah marun
-                 Hanging Fan 2 pcs untuk dipasang di tenda
-                 Cooling Fan 1 pcs

Dan, yang membuat saya satisfied dengan Kresna Decoration, mereka cukup siap menghadapi schedule weekend yang padat lho. Acara lamaran hari Sabtu, Mba Lenny request kepada saya untuk pasang tenda sejak hari Rabu karena Kresna banyak acara di weekend.. Untungnya Bapak lagi jadwalnya off di hari Rabu itu, jadi udah ada mandornya deh. :D

Saya hampir tidak menemukan kekurangan Kresna Decoration, ada sih kekurangannya, tapi ini hal yang minor kok.. Yaitu Kresna Decoration kurang teliti menghitung jumlah kursi. Saya berencana sewa kursi 50 pcs dan sudah tercatat saat Kresna Decoration menerbitkan invoice, namun yang datang hanya 46 pcs karena ada kesalahan perhitungan. But it’s okay, untungnya di rumah masih banyak kursi cadangan yang bisa dipakai jadi saat acara berlangsung tamu-tamu tetap kebagian kursi. :)


Catering: Susie Flower
Untuk memilih vendor catering, effort saya gak banyak-banyak amat. Di Bogor, saya sudah percaya banget sama masakan team-nya Tante Yani yaitu Susie Flower Catering. Berhubung catering ini yang keluarga saya pakai pas khitbah Atin dan pernikahan Atin (panggilan ke Kakak saya) 9 tahun yang lalu. Dan, keluarga besar puas banget sama rasa masakannya! Saya sangat merekomendasikan vendor ini karena:


  • Rasa makanan sudah pasti enak banget. Saya sangat rekomen untuk pesan dendeng balado dan zupa soup karena ini super bikin lidah meleleh… hehehe.
  • Dekorasinya bagus dan classy, apalagi pas lamaran saya memilih warna taplak meja maroon dan cream dari Susie Flower, dan  Alhamdulillah, nyatu banget sama warna tenda dan tema lamaran saya yang bernuansa marun, peach, dan ungu.


Untuk menu lamaran, saya pilih menu di bawah ini sesuai dengan rekomendasi Tante Yani, karena menurut Tante Yani menu-menu di bawah adalah best-seller-nya Susie Flower:
-                 Nasi Putih
-                 Ayam Kodok
-                 Dendeng Balado
-                 Sup Buntut
-                 Salad Thailand
-                 Buah-buahan
-                 Puding Coklat dan Karamel
-                 Lasagna

Lagi-lagi, saya nggak kecewa dengan masakannya Susie Flower. Super super delicioso! Malah kalau disebutin minus-nya dimana, saya bingung menyebutnya. Karena Susie Flower mengerjakan semuanya dengan perfecto, mulai dari meja dan dekorasi yang sudah diantar sejak H-2 acara, menu yang datang tepat waktu dan bonus porsi yang banyak :D Tante Yani juga kasih bonus singkong rebus dan kue surabi imut yang rasanya enak-enak juga. Alhamdulillah dapet banyak bonusan :p

Make Up: Tesa Hermanike (Jakarta)
Kyaaa, ini yang bikin saya deg-degan parah! Ada kejadian sedikit “gila”. Tanpa perlu saya ceritakan detailnya lah ya, intinya jam jam 12 malam teng tanggal 1 Agustus, make up artist saya baru fixed! Baru confirmed siapa orangnya. Okay, beruntung banget yah nemu make up artist yang masih bangun jam segitu buat terima orderan saya lewat LINE, bikin tegang hehehe. Namanya Mbak Tesa Hermanike, saya memang sudah follow Mbak Tesa di Instagram @tesa_hermanike_makeup. Menurut hasil yang saya lihat di Instagram, make up nya simple, flawless, bikin tirus namun tetap bikin mangling lho.Oh iya, Mbak Tesa ini kuliahnya jurusan Cosmetology Universitas Negeri Jakarta. Bingung kan? Nah saya juga bingung ternyata ada jurusan itu di Indonesia. hehehe. *gaknyambung*

Nah, berhubung Aldis sukanya sama make up natural dengan warna lipstick nude *ciyeciye* akhirnya saya request ke Mba Tesa untuk didandani senatural mungkin untuk acara lamaran ini. :D

Dan memang iya terbukti, Mbak Tesa berhasil membuat saya yang kucel urakan jadi lady dengan alis cetar membahana berkat sentuhan Anastasia Beverly Hills Dip Brow Pomade lengkap dengan lipstick nude MAC Kinda Sexy hahaha *tetep*





Saya sangat merekomendasikan Mbak Tesa untuk make up lamaran, kondangan, siraman, atau special occasion lainnya yang membutuhkan make up natural look. Kalian bisa lihat hasil tangan ajaibnya di account Instagram @tesahermanike_makeup. Kalau mau tanya Price List, bisa langsung email saya yaa.


Kira-kira itulah list vendor beserta review yang saya pakai ketika lamaran. Semoga bermanfaat buat teman-teman yang akan lamaran, mungkin? Hehehe. Foto-foto menyusul ya teman-teman, berhubung belum saya pindahkan dari handphone. Hehehe.

Punya rekomendasi vendor untuk daerah Bogor, Depok dan sekitarnya? Ikutan share yuk!


Yours truly,
Leila Fadilla


Monday, August 10, 2015

Got engaged!

Halo!

Seperti biasa, Dilla kalau posting pasti angin-anginan deh. Lama menghilang ngapain aja ya? Kok Dilla lama menghilang, kemana ya? *kayak ada yang nyariin aja gitu* :p


Jadi ceritanya, Dilla got engaged.

(hah???)


Hahahaha. Saya juga bingung mau mulai dari mana ceritanya.

Jadi, singkatnya begini. Bulan Februari kemarin, seorang teman baik ngenalin saya sama temannya, Aldis. Iseng-iseng aja sih, kata si teman: "kalau cocok lanjut, kalau enggak yaudah nambah teman.". Sebenarnya timing-nya gak tepat waktu itu, karena pas lagi jaman-jamannya saya nggak kepikiran sama sekali tuh buat kenalan sama laki dan di otak saya saat itu juga cuma pengen sekolah keluar negeri titik hehehe. Jadi saya nggak punya ekspektasi berlebihan pas kenalan.

Habis kenalan dan ngobrol-ngobrol lewat Whatsapp, hmmm anaknya kok seru ya buat ngobrol yang aneh-aneh, obrolan yang agak mikir buat ngejawabnya dan obrolan tentang point of view sesuatu. Lama-lama saya sadar, ternyata untuk ukuran dua orang yang baru kenalan *ciye*, saya dan Aldis teryata gak butuh waktu lama ya untuk mengenal masing-masing. Menurut saya saat itu Aldis juga anaknya humble dan enak banget diajak berkomunikasi - mungkin karena he has good knowledge kali ya. Sampe-sampe, saking nyamannya ngobrol sama Aldis, topik pembicaraan kami waktu baru kenal udah nyerempet-nyerempet ke pandangan hidup *ciye lagi*, visi berkeluarga dan bagaimana misi diri kita masing-masing untuk membangun keluarga itu. Berat yeee, obrolan kita berasa “sok tua” waktu itu. *ini geli sendiri nulisnya*

Tapi pada dasarnya saya emang nggak mau sembarangan kenal sama laki dan deket ama laki gitu lho sekarang. Semacam trauma kali ya, males kenalan sama orang baru terutama ngejalanin proses pendekatannya itu. Saya aja pernah bilang sama diri sendiri, pokoknya gak mau deket sampai nikah sama stranger, maunya sama yang sudah kenal deket alias teman sendiri! *garis keras* tapi saya sedikit menyesal bilang seperti itu karena seolah-olah sudah mendahului Allah. Karena kenyataannya sekarang, malah didekatkan sama stranger :p

Selain itu, saya juga sedang belajar tentang bagaimana mendefinisikan orang yang kita butuhkan, jangan sampai si laki sudah terlalu jauh berperasaan sama kita tapi ternyata belum bisa menjawab kebutuhan kita. Saya ingat betul Pak Bos di kantor pernah bilang, kita harus bisa definisikan kebutuhan kita walaupun kita gak tau kapan akan ditunjukkan jodohnya. Saya pun mengamini pernyataannya, ya, minimal kita bisa jelaskan yang bagaimana yang kita mau di dalam doa-doa kita supaya didekatkan dengan kebutuhan kita tersebut, insya Allah. Jadi kalau kenal orang baru yang nggak sesuai dengan yang kita butuhkan, mending gak usah dilanjutin deh daripada sakit hati.

Gak perlu lama-lama buat saya dan Aldis untuk memutuskan akan mengenal masing-masing lebih jauh. Tiga April, Aldis mengutarakan niatnya untuk menjalani hubungan yang lebih serius dengan Saya. Hmmm. Saya pun sempat shocked karena jarak antara kami kenalan sampai akhirnya memutuskan untuk serius deket banget. Ketemu juga belum sepulu kali. Udah gitu saya tinggal ke jalan-jalan juga 10 hari-an, lama kan? hehehe. Tapi pas Aldis bilang "Dil, aku mau serius.", saya langsung skimming review gitu tentang sosok Aldis. Apakah itu gerangan yang bikin saya bilang OK sama dia?

Adalah... Al tipe orang learning. Tipe orang yang kerap melakukan continous improvement, rajin kontemplasi, rajin muhasabah, apalagi yah... yah rajin introspeksi diri lah. Sementara saya? anaknya keras kepala, sok pinter, sok ideal, berasa paling bener sedunia dan gak bisa dibilangin sama orang yang gak saya panut. Pada dasarnya saya tipe orang learning juga sih *pembenaran*, tapi kekurangannya, banget, saya hanya learning untuk sesuatu yang saya benarkan. Huhuhu sedih ya. Sehingga saya butuh sosok learning yang bisa lihat sesuatu dari berbagai sudut pandang untuk bisa menyadarkan saya. Dan, Al berhasil melakukan itu sebelum saya suka beneran ama dia!

Udah gitu... Saya pernah ngobrol tentang bagaimana sih strategi mendidik anak-anak nantinya... supaya anak disiplin, rajin ibadah, dan sebagainya. Yah saya bilang aja kalo saya gak mau sembarangan, saya harus bisa perlakukan anak sesuai usia dan positioning sesuai usianya, bla bla bla.. Nah, saya pikir kan dia bakal ak uk ak uk hmmm doang tuh dengerin saya ngoceh tentang nanti mau gimana, bakal gak paham sama apa yang saya diskusikan. Eh ternyata... dia bahas tentang Bapak Durhaka. Panjang lebar Al ngejelasin tentang konsep Bapak Durhaka yang bakal dia hindarin banget. Intinya, Al gak mau jadi Bapak yang gak punya kontribusi apa-apa dalam mendidik anak nantinya. Siapa sih yang gak melting disuguhin sama pria berkonsep dan berprinsip kayak begitu? hahahahaha. Okay, you made it again, Al. Saya luluh beneran kali ini. Saya kalah.

See, saya nggak define dia dengan hanya bilang dia baik, perhatian, dan ngemong. Menurut saya itu aja nggak cukup sih. Yang kayak begitu udah kayak kacang goreng. Banyak! Dan.. atas dasar alasan di atas itu lah, saya memberanikan diri buat ngejalanin yang lebih serius sama Aldis. :)

Aldis bilang, kasih waktu enam bulan untuk dia bisa kenal saya lebih jauh dan melangkah ke hubungan yang lebih serius lagi.

Tapi.


Ternyata...


Tujuh belas Mei, Aldis melamar saya. Di parkiran mobil Gedung Sasana Kriya, pas pernikahannya Dep sepupu saya.

Sungguh, ini super gerak cepat, dan gak ada romantis-romantisnya hahaha.

Saya pikir saat Aldis melamar saya, someday saya akan dibawa candle light dinner di sebuah restoran roof top di Jakarta sambil dikasih surprise bunga ala-ala – like he did beberapa minggu sebelumnya, ngirim bunga mawar segambreng ke kantor. :D

In fact, saya dilamar di parkiran mobil tanpa kata-kata sayang dan cinta di dalamnya. Tapi inilah yang tepat. Saya butuh komitmen. Untuk itu saya percayakan komitmen saya untuk Aldis.

Tiga belas Juni, Aldis mengutarakan niat baiknya untuk meminang saya kepada kedua orang tua saya. Alhamdulillah, orang tua saya menghargai niat baik Aldis serta rencana Aldis untuk datang membawa keluarganya untuk proses khitbah resmi pada tanggal 1 Agustus.

Dan.. Satu Agustus, we got engaged! Alhamdulillah acara berlangsung dengan lancar dan hikmad, walaupun sedikit ada kendala mati listrik di siang bolong, sehingga acara dimulai tanpa sound system - untung tamunya gak begitu banyak. Namun demikian, saya tetap bersyukur dengan plus minus yang ada. Alhamdulillah.


Sebelum saya selesaikan blog ini, ada beberapa nasihat Papa dan Papanya Aldis yang insya Allah akan selalu saya ingat dalam perjalanan saya menuju pernikahan, dan mungkin jadi bekal buat saya dan Aldis di kehidupan setelah pernikahan nanti (aamiin).

Marriage is about to build commitment, to communicate and to respect each other. – Papa Dilla to Aldis

There is no domination in marriage life. It’s all about team work. – Papa Dilla to Dilla

Shalat, doa dan sabar adalah senjata terampuh dalam menghadapi situasi apapun. – Papa Aldis to Aldis

Dari beberapa pilihan, pilihan terakhir yang terbaik. Pertahankan itu apapun tantangannya dan sama-sama solid. – Papa Aldis to Aldis

Well, mohon doanya ya teman-teman. Semoga seluruh persiapan kami lancar, semoga Allah membantu kami mewujudkan rencana pernikahan kami. Semoga Allah membukakan pintu kebaikan kepada kami sebanyak-banyaknya, insya Allah. Aamiin.

Okay, di postingan berikutnya saya akan memberikan review mengenai vendor yang kita ajak kerja bareng pas lamaran. Semoga bisa jadi ide atau referensi buat teman-teman semua ya.



Salam hangat,
Dilla