Being half day tourist in Malaysia
Tidur nyenyak semalam dipesembahkan oleh Durian Malaysia dan
Chinese Food di kawasan Jalan Alor, Bukit Bintang. Kalau kata Oom Bondan
Winarno, top markotop!
Setelah bersiap-siap, sarapan, dan check out, kami
memutuskan untuk tidak jalan-jalan terlalu jauh supaya pesawat pukul 2 siang ke
Bangkok terkejar oleh kami. Akhirnya kami sepakat untuk numpang foto di menara
kembar Petronas, hahaha. Nggak terlalu istimewa, sepertinya, tetapi buat kami
yang lagi reuni, justru kenorakkan ini yang kami tunggu-tunggu.
Untuk menuju menara kembar, kami hanya perlu naik fasilitas GO KL City Bus Free Service kemudian turun di KLCC. Asiiik. Gak
sampai 15 menit, kami sudah bisa berdiri tegak di depan menara kembar tersebut! :)
![]() |
Tadaaa! Zuper happy faces :D |
Butuh isi energi setelah foto-foto dan berjalan kaki di sekitar
menara kembar? Ada kuliner yang wajib dicoba di dekat menara kembar, yaitu Nasi
Kandar Pelita. Yep, ini adalah nasi khas India – Melayu yang sangat terkenal di
Malaysia, terutama dengan menu andalannya yaitu Nasi Briyani dengan Ayam Goreng
Madu atau Kari Sotong. Jujur saja, kami yang sudah sarapan di hostel pun begitu
mencium aroma makanannya langsung merasa lapar lagi, entah hanya sugesti atau lapar beneran. Dari depan menara kembar Petronas
kami tinggal berjalan kaki ke kanan sejauh 300 meter, kemudian Restoran Nasi
Kandar Pelita terlihat sudah menyambut kami dengan aroma karinya yang sangat sedap.
Adalah, saya bertemu orang Indonesia yang bekerja menjadi
pelayan di Nasi Kandar Pelita! Ah, senangnya! Kali pertama kami sadar bahwa
yang menghampiri kami adalah orang Indonesia adalah saat sang pelayan menyapa
kami dengan “Mau pesan apa, Mbak?” Oh my God! Hehehe. Tadinya kami kikuk mau
ngomong pakai bahasa Melayu ala ala, tapi beruntungnya kami disamperin pelayan
Indonesia asli. :D
Kami memesan Nasi Briyani dan Kari Sotong, Nasi Briyani dan
Ayam Goreng Madu, serta Roti Prata. Porsi yang gila untuk ukuran tiga perempuan
berbadan biasa-biasa saja macam kami. Namanya lapar, Sis…
Sayang sekali, semua menu yang kami pesan sudah sukses masuk
ke perut sebelum kami mengambil gambarnya. saya pribadi hanya bisa berkata…
bahwa… di restoran inilah Nasi Briyani terenak yang pernah saya cicipi berada. A must visit culinary experience in Kuala Lumpur. Masalah harga, tidak begitu
mahal, setara empat puluh ribu rupiah untuk seporsi Nasi Briyani (dengan porsi
“badak” pastinya), buat yang budget travelling, masih bisa disiasati dengan
satu porsi untuk berdua, kok!
Roti Prata-nya juga sukses buat saya jatuh cinta. Kayaknya
Kari India terbaik yang pernah saya cicipi ya di Malaysia ini… nyam. Enak
banget banget! Fiks saya cocok sama Kari bikinan orang India Malaysia. Maknyus!
Sudah memanjakan mata dengan pemandangan menara kembar,
sudah isi amunisi dengan Nasi Briyani tersedap di Kuala Lumpur, kami bertolak ke
KL Sentral naik GO KL kembali, kemudian melanjutkan perjalanan ke KLIA2 naik KL Transit.
Sawasdee, Bangkok!
Bangkok itu lebih gila dari Jakarta! Kira-kira itulah kesan
pertama saya saat saat berinteraksi dengan segala sesuatu tentang Bangkok. Sukses mendarat pukul setengah empat
waktu Bangkok, saya dan Genggong segera keluar bandara menuju halte bus
terdekat untuk, paling tidak, bisa langsung bertanya-tanya dengan yang
duduk-duduk disana mengenai kejelasan transportasi Bangkok yang absurd.
Kurang lebih empat puluh lima menit kami berjibaku dengan
Mbak-mbak dan Mas-mas Bangkok untuk bertanya “Bagaimana caranya ke Khaosan
Road?”. Susah banget, atau, kami yang tidak beruntung hari itu dipertemukan
dengan yang nggak bisa bahasa Inggris. Dan yang kami takutkan pun terjadi:
salah naik bus. Beruntung, saat kami salah naik bus, kami langsung diberi
arahan oleh sang ibu kenek yang kalau dilihat dari gelagatnya sepertinya biasa
bertemu turis asing yang nggak paham bahasa ibunya. Di halte berikutnya, kami
turun.
Tapi, turunnya gak mulus.
Supir bus ngerem dengan cara yang nggak asik. Super mendadak, men. Eceu sampai jatuh terjerembab karena ulah sang supir bus. Perempuan segede-gede gini jatuh, ya, super tengsin lah.
Saya sampai pijit-pijit kepala di hari pertama sampai di Bangkok ini sambil bilang gini amat, sih hahahaha.
Supir bus ngerem dengan cara yang nggak asik. Super mendadak, men. Eceu sampai jatuh terjerembab karena ulah sang supir bus. Perempuan segede-gede gini jatuh, ya, super tengsin lah.
Saya sampai pijit-pijit kepala di hari pertama sampai di Bangkok ini sambil bilang gini amat, sih hahahaha.
Di halte berikutnya, kami bertemu dengan pria baik hati yang
bahasa Inggrisnya "mendingan" yang mau memberikan petunjuk untuk menuju Khaosan
Road. Tapi sayang, saya lupa namanya (kamu bisa bayangkan nama orang Thai yang menurut Indonesian susah dilafalkan). Ganteng sih, hahaha (gak fokus).
Sebut saja Mister Ganteng. Mister Ganteng bahasa Inggrisnya lumayan, paling
tidak dia paham apa yang saya dan Genggong maksud. Kami ditemani naik bus
sampai Victory Monument dan diberi tahu dengan clear bus nomor berapa yang
harus kami tumpangi selanjutnya. Di perjalanan, saya sedikit mengobrol dengan Mister Ganteng, bertanya
“kuliah dimana” kemudian dijawab “saya sudah bekerja”. Whoops, salah! Ya,
memang sih, orang Thailand itu wajahnya baby face. Nggak cewek, nggak cowok, sama-sama
imut. Dipikir masih kuliah, gak tahunya sudah bekerja.
Pukul delapan malam kami sampai Khaosan Road; salah satu
pusat hip hip huranya Bangkok. Meskipun demikian, “Khaosan” sendiri berarti
“lumbung beras” yang dulunya dikenal sebagai pasar beras di Bangkok. Khaosan Road dipenuhi dengan Bar, diskotik, tattoo art space, tempat pijat, dan berbagai tempat hanging out lainnya. Disini juga banyak dijual kaos-kaos band, merk minuman beralkohol, dan juga kaos ikonik Thailand bergambarkan gajah.
Kami langsung berjalan kaki menyusuri Khaosan Road, dimana
para turis “baru” mulai keluar dari sarangnya untuk bersenang-senang. Mungkin agak awkward juga, sih, turis-turis disana melihat gadis berkerudung melintasi Khaosan Road di malam hari kayak begini. :D
Sambil menikmati pemandangan malam Khaosan, kami mengarahkan perjalanan kami ke Sawasdee Banglumpoo Inn, hotel bintang dua yang menurut website Air Asia Go lumayan lah fasilitasnya (saya bingung ini pesen hotel gratis tiket pesawat atau sebaliknya). Letaknya di belakang Khaosan Road, jadi kami harus melewat gang sepanjang kurang lebih 200 meter-an untuk dapat menemui Sawasdee Banglumpoo Inn. Sukses check in, super gembira akhirnya ketemu kasur juga. Sayang tapi sayang, hotel tidak menyediakan WiFi gratisan. Kalau mau WiFi-an, kita harus “beli” password seharga 50 baht per 6 jam atau 100 baht per 24 jam.
Sambil menikmati pemandangan malam Khaosan, kami mengarahkan perjalanan kami ke Sawasdee Banglumpoo Inn, hotel bintang dua yang menurut website Air Asia Go lumayan lah fasilitasnya (saya bingung ini pesen hotel gratis tiket pesawat atau sebaliknya). Letaknya di belakang Khaosan Road, jadi kami harus melewat gang sepanjang kurang lebih 200 meter-an untuk dapat menemui Sawasdee Banglumpoo Inn. Sukses check in, super gembira akhirnya ketemu kasur juga. Sayang tapi sayang, hotel tidak menyediakan WiFi gratisan. Kalau mau WiFi-an, kita harus “beli” password seharga 50 baht per 6 jam atau 100 baht per 24 jam.
*ternyata tidak segratis itu*
Pengalaman gila hari ini masih belum segila pengalaman hari
kedua dan ketiga, yang bakal saya paparkan pada postingan berikutnya. Stay
tuned!