Wednesday, November 8, 2017

Kisah Menyusui Zaid

Kayaknya setiap kisah menyusui pasti drama ya, gak ada yang enggak. Sembilan dari 10 orang mamah-mamah yang cuhat-curhatan sama saya pasti berkata demikian. Maklum, setelah mendengar latar belakang kenapa ada drama kumbara dibaliknya, ternyata emang angkatan saya lahir itu lagi booming-boomingnya slogan empat sehat lima sempurna: karbohidrat, sayur mayur, lauk pauk, buah, dan yang kelima susu sebagai penyempurnanya. Dalam hal ini untuk bayi penyempurnanya adalah susu formula. Nah cucok deh kan nggak sedikit juga orang tua kita suka nyeletuk "udah, sufor dulu aja!". Plus kita-kita yang notabene mamah-mamah baru belum pede sama jumlah ASI kita sendiri dan berapa ml yang udah diminum dedek bayi. Makin cucok!

Selepas melahirkan, terkadang apa yang sudah kita rencanakan dengan matang mengenai asupan gizi bayi hancur lebur begitu saja. Ketika payudara dipijat gak keluar ASInya, terus denger pendapat eksternal siapapun orangnya, "sufor aja deh kasian bayinya haus!" Eaaa, kepedean kita luluh lantah dan ikut-ikutan khawatir akan asupan cairan bayi. Saya pun demikian, kok. Sebuah kewajaran buat seorang mamah baru. Cara mengakalinya cuma satu: knowledge. Makanya nih ya, kalau kata saya mah, para mamah jangan terlalu fokus dengan urusan lahiran. Itu mah nggak seberapa banget lah sama urusan menyusui... Serius! Hehe.

That's why beberapa Obsgyn yang concerned akan ASI bagi para calon ibu akan menyarankan ikut kelas laktasi di usia kehamilan menginjak 8 bulan. Instead of mempersiapkan keperluan materiil buat bayi, knowledge ini nggak kalah pentingnya ya. Berdasarkan pengalaman saya, justru knowledge lah persiapan yang sangat priceless nilainya karena ini menentukan masa depan bayi saya. Karena menyusui itu ilmunya jauuuuh lebih kompleks ketimbang lahiran. Trust me.

Preparation
Di usia 36 minggu, saya dan suami sudah main ke dokter laktasi. Telat sih, harusnya di usia kehamilan 32 minggu kami udah berkunjung kesana. Kami diedukasi untuk dapat sukses memberikan ASI selama 2 tahun sesuai yang tertulis di Al-Quran. Bila perlu, ajak orang tua atau orang-orang sekitar yang akan menemani kita di saat-saat pertama menjadi ibu karena merekalah yang turut menentukan sukses gagalnya menyusui.


Awareness
Ketika bayi lahir, periksa apakah ada tongue tie atau lip tie pada lidahnya dan bila ada, pastikan bahwa tongue tie itu tidak mengganggu aktivitas menyusuinya. Di hari keempat Zaid lahir, sepulang dari RS Bunda Menteng kami langsung ke RSIA Kemang untuk memeriksa tongue tie Zaid, apakah akan mengganggu proses menyusui atau tidak. Dan... Ternyata untuk case Zaid memang mengganggu. Saat baru lahir, saya perhatikan lidah Zaid memang pendek dan ketika akan melakukan perlekatan dia selalu menangis kesal karena tidak bisa menyambut puting Ibu dengan sempurna. Saya dan suami tidak kaget akan hal ini karena memang sudah diedukasi terlebih dahulu mengenai tongue tie. Beberapa orang tua memang memiliki keputusan yang berbeda-beda terkait dengan hal ini. Dan jujur saja, ini menjadi pro kontra di lingkungan orang tua. Kami pribadi memutuskan untuk melakukan insisi terhadap tongue tie Zaid dan berikhtiar mudah-mudahan setelahnya Zaid akan sukses nenen. Alhamdulillah, setelah itu proses menyusui berjalan dengan lancar. No drama anymore ketika sedang nenen. Dalam waktu 5 hari, berat badan Zaid yang sudah turun 350 gram naik 400 gram, Alhamdulillah, jadi di usianya yang kedelapan hari, berat badan Zaid melebihin BBL nya yaitu 3630 gram. Oh iya, inget ya, kuncinya sukses menyusui itu HAPPY! Karena happy akan merelease hormon prolaktin dan oksitosin yang efeknya adalah ASI ngucur.. hehe. Nggak usah dengerin yang negatif-negatif ya, positive vibes only deh kalau untuk busui.


Next knowledge: Manajemen ASIP
Buat ibu bekerja, ini adalah "target" selanjutnya. Emang bisa nyetok ASIP berkulkas kulkas? Bisa banget! Tapi bukan itu poinnya, ya, para mamah. Poinnya adalah kita-kita bisa menjaga produksi ASI selama meninggalkan dedek bayi. Cuma satu cara yang paling efektif membutuhkan istiqamah saat menjalankannya: pompa.

Kapan mulai pompa?
Banyak pendapat mengenai hal ini. Ada yang bilang sebaiknya dilakukan setelah lahiran. Ya, yang ini tujuannya untuk menaikkan produksi ASI bila ASI yang sang ibu hasilkan dirasa kurang mencukupi kebutuhan bayi. Jadi kalau anaknya kelihatan masih kehausan, bisa 2 cara yang dilakukan: direct breastfeeding teruuus maksimal 30 menit dan pastikan bayi bukan ngempeng, atau pumping saat payudara sebelahnya sedang disusui atau kalau dulu karena saya kerepotan ya saat Zaid sedang tidur.
Ada juga yang bilang sebaiknya dilakukan ketika usia bayi sudah 1 bulan, nah ini untuk yang kondisi ASI sang ibu cukup selama dedek bayi baru lahir sampai berusia 1 bulan. Karena memang saat ibu baru melahirkan itu terjadi ledakan hormon prolaktin, jadi para ibu umumnya akan mengalami payudara bengkak karena banyak memproduksi ASI.

Jeda pumping sebenarnya beragam. Tapi untuk bayi 0-3 bulan, jedanya per 2-3 jam. 4-6 bulan, jedanya 3-4 jam. Intinya sih ikutin jeda dedek bayi nenen selama kita lagi bareng sama dedek bayi. Kalau dirasa nggak sempat, misalnya di kantor gitu, main di frekuensi aja. Jika kita bekerja dari pukul 8 pagi sampai 5 sore, dimana kalau lagi bareng dedek bayi kita bisa nyusuin 4 kali, berarti pumpingnya kalau bisa 3-4 kali di pukul 8, 10, 13, dan 16 menjelang pulang kantor. Saya yang bekerja dari jam 7-4 sore, pumping di jam 7, 10, 12.30, dan 15.00 dengan catatan masih pumping tengah malam hingga usia Zaid 6 bulan.
Btw ini kenapa ilmu pumpingnya lebih banyak dari yang lain-lain ya? Hehehehe. Peace ya para mamah. Sepertinya memang ilmu manajemen ASIP harus dipisah di lain halaman karena memang buanyaaaak banget ngalah-ngalahin panjangnya itinerary keliling Eropa dan Skandinavia. Serius!
Sekarang Alhamdulillah Zaid udah 15 bulan, udah makan nasi dan minum ASIP nya juga on demand, bukan dijadwalin lagi kayak pas ASIX dulu. Jadiii ibu Zaid sukses melewati drama menyusui dengan selamat! Hehe. Bagi para mamah di luar sana yang sedang berjuang menyusui buat para dedek bayinya, semangat terus ya! Dan bagi para mamah yang kepengen nanya-nanya tentang menyusui dan manajemen ASIP lebih lengkap dan detail, bisa nanya langsung di kolom komentar atau saya sendiri merekomendasikan akun Instagram @asiku.banyak. disana semacam kitab suci para busui deh, beneran! Saya sendiri akan bantu menjawab semampu saya bila ada yang bertanya langsung :)
Terima kasih dan happy breastfeeding to all great mom in the world!

Thursday, October 12, 2017

Anti-mainstream Japan Trip 2015: [Day 1] Osaka

Sembilan Maret, saya masuk kerja setengah hari karena sorenya akan berangkat ke bandara. Sebenarnya boarding time pesawat kami 20.35, tapi karena siangnya saya harus ke IALF Kuningan, makanya saya memutuskan untuk ambil cuti setengah hari, biar agak nyantai. Pukul tiga sore saya sudah kembali ke kost-an, mandi ((ini penting banget karena mungkin aja 24 jam ke depan nggak akan mandi :D))), periksa barang-barang saya untuk mastiin nggak ada yang tertinggal, dan hubungin Aboy untuk menjemput saya. Saya dijemput dengan teman trip yang juga teman kantor saya, Aboy, untuk ke rumahnya dan akan diantar dengan supir pribadinya ke bandara. Woo hoo banget ini sih buat budget traveler, secara berarti saya gak perlu keluarin budget untuk transportasi ke bandara :)) dan alhamdulillah banget semesta mendukung, tol menuju bandara nggak macet sama sekali, jadi Pasar Minggu - Bandara Soekarno Hatta kurang dari sejam saja, dan sekitar pukul 5 sore kami sudah duduk manis di Terminal 2 keberangkatan internasional.

Saya memilih untuk nggak beli bagasi untuk keberangkatan ke Jepang ini karena saya pikir toh bawaan saya nggak bakalan heboh-heboh amat hahaha. Nggak taunya ya Allah berat bangettt berat sama makanan tapinya :)))) bayangkan saja, saya dibekali rendang 1 kg, abon, sambal goreng tempe 1 kg, belum lagi perintilan cemilan lainnya hahaha. makanya saya jadi agak khawatir nih mungkin aja kan bawaan saya akan dicegat pihak imigrasi bila dibawa ke kabin.

Akhirnya setelah kita semua kumpul lengkap (saya, Aboy, Aray, Unad, Welly) dan lagi ngobrol-ngobrol, saya baru inget kalau cuma Welly yang flight nya beda sendiri. Dia akan ke Jepang dengan maskapai Garuda Indonesia dan tau kannn kalau Garuda Indonesia punya fasilitas free baggage? Nah... Makanya langsung kepikiran untuk nitip bagasi di dia dan "nembak" langsung nanya sama dia hahaha. Untungnya setelah saya rayu-rayu Welly mau dititipin bagasi, jadi ketika naik pesawat saya hanya bawa tas ransel berisi bahan makanan dan jaket tebal dan tas selempang kecil berisi dompet, handphone, powerbank, serta kartu identitas.

Menurut saya yang hampir 24 tahun tidak merasakan long flight, penerbangan ke Osaka ini merupakan salah satu yang paling melelahkan. Nggak bisa dipungkiri bila kenyamanan sangat memegang andil bila sedang dalam penerbangan panjang. Sehingga kalau kamu punya uang agak lebih, boleh juga untuk mencoba maskapai non low cost carrier atau mungkin mencicipi kelas bisnis? Tapi alhamdulillah "gejolak kawula muda" saya berhasil mengalahkan capeknya long flight, apalagi pas kelihatan pemandangan Bandara Kansai Osaka saat mau landing. Hore akhirnya menginjak negeri matahari!

Proses imigrasi berjalan dengan lancar, hampir tidak ada kesulitan yang berarti saat keluar dari bandara. Namun kami agak lama menunggu Welly padahal waktu keberangkatan kami nggak jauh berbeda. Ternyata lamanya bukan karena pesawat delay atau transitnya lama ya, tetapi karena insiden "nitip koper" saya kemarin itu. Jadi saat screening barang, Welly ditahan sama pihak Bandara Kansai karena kedapatan membawa koper wanita wkwkwk mungkin karena hasil screening nya kelihatan ada "bra"-nya kali ya jadi dianggap koper yang tertukar. Welly ditahan lama banget dan disuruh menghubungi saya untuk memvalidasi kepemilikan koper tersebut, kalau memang koper itu milik temannya Welly hahaha. Duh. Akhirnya saya nyusulin Welly dan mencoba menjelaskan ke petugas imigrasi bahwa koper tersebut adalah benar milik saya. Saya tunjukkan bahwa sayalah yang memiliki akses password koper tersebut hingga pihak Bandara percaya dan Welly berhasil lolos screening. Case closed. Berkelana pun dimulai.

Berhubung selama 3 hari ke depan itinerary kami adalah mengelilingi Osaka dan Kyoto dan baru akan mengaktifkan JR Pass di hari keempat, maka untuk menghemat ongkos transportasi, di Bandara kami langsung beli Kansai Thru Pass. Kansai Thru Pass adalah tiket terusan yang bisa digunakan untuk naik kereta, subway, dan bus di area Kansai yang meliputi Osaka, Kyoto, Nara, dan Kobe. Ada dua pilihan Kansai Thru Pass, 2 day pass seharga 4,000 yen (setara 400,000 rupiah) dan 3 day seharga 5,600 yen pass (setara 560,000 rupiah). Kami memilih menggunakan 3 day pass untuk keliling Osaka dan Kyoto tiga hari ini. Cukup worth to buy untuk teman-teman yang akan menghabiskan waktu agak lama di area Kansai atau berencana jalan-jalan ke banyak destinasi.

Waktu menunjukkan pukul sebelas siang. Dari Bandara, kami bertolak ke Backpacker Hostel Toyo untuk check in dan selonjoran sebentar sebelum jalan-jalan ke komplek Osaka Castle. Naik apa ke hotelnya? Nyasar gak ya? Nggak usah takut kesasar disini. Cukup ikutin aja instruksi Google Maps, tandemin pake modem yang sudah disewa, dan tubuh tinggal mengikuti kemana kaki melangkah. Hehehehe. Suwer deh, anti worry banget kalau jalan-jalan ke Jepang. Trust me.

Saya akan review sedikit mengenai pengalaman menginap kami di Backpacker Hostel Toyo. Hostel ini terletak di daerah Nishinari dengan akses jalur commuter Stasiun Shin Imamiya dan Stasiun Dobutsuen-Mae. Dari kedua stasiun tersebut kami cukup berjalan sejauh 400 meter untuk mengakses Backpacker Hostel. Namun, untuk akses menuju tempat-tempat wisata memang agak jauh, misalnya kalau kami mau ke Osaka Castle, kami harus berganti commuter sebanyak 2 kali dan menghabiskan waktu di perjalanan kurang lebih 20 menit. Tapi tidak masalah buat kami karena harga kamarnya yang sangat miring. Untuk keamanan wilayah hotel ini sendiri, kami baru tahu kalau wilayah Nishinari termasuk wilayah yang nggak aman di Osaka. Semacam lokalisasi gitu lah. Tapi untungnya kami kemana-mana selalu bareng, jadi nggak begitu khawatir dan memusingkan wilayah penginapan kami ini. Untuk fasilitas kamar, kami merasa kamar yang kami dapatkan melebihi ekspektasi. Kamar kami cukup luas (sekitar 3 x 3 meter) dan dilengkapi dengan penghangat ruangan. Fasilitas kamar mandi sendiri juga sangat bersih meskipun kami memilih tipe kamar mandi shared bathroom untuk menghemat akomodasi. Oh iya, hotel ini juga dilengkapi dengan chilled room atau ruang santai layaknya hostel-hostel terkenal, tapi kami tidak sempat menikmatinya karena pulang ke hotel terlalu larut dan sudah kelelahan.



Rute perjalanan kami hari ini adalah Osaka Museum of History - Osaka Castle - Osaka Castle Park - Dotonbori - Hotel. Tapi kami skip ke Osaka Museum of History karena takut ketiduran di dalam museum, hahaha. Enggak sih, sebenarnya karena menghemat energi saja, karena kami sudah tidak sabar ingin melihat Osaka Castle dan mekarnya pohon plum di Osaka Castle Park. Alhamdulillah pas kami ke Osaka Castle, tempatnya lagi nggak begitu ramai, jadi kita bisa foto-foto dengan leluasa dan alay dengan leluasa :)))) tapi sayang aja, sih, menurut saya pribadi ya, Osaka ini tidak sebersih apa yang saya bayangkan. Ketika kami sedang mengitari Osaka Castle, kami menemukan cukup banyak sampah, bekas tissue, dan bekas makanan bertebaran. Tapi positive thinking saja, sih, mungkin petugas kebersihannya belum melakukan inspeksi rutin berkala yang dilakukan di jam-jam tertentu itu kali ya.

Setelah kami menggila bersama - mulai dari foto di antara pohon plum bermekaran, makan es krim Glico di terowongan subway Osaka ((yang berujung pilek selama jalan-jalan, nyesel abis!)), Ke Dotonbori, foto di depan patung Glico, again makan es krim di suhu 5 derajat celcius (ini sih namanya nyari penyakit), pukul 22:00 kami kembali ke Hotel untuk beristirahat dan packing untuk kepindahan ke Kyoto besok.

Sepertinya waktu sehari semalam di Osaka memang nggak cukup ya. Jadi kota ini nggak begitu berkesan buat saya. Tapi ada juga hal yang menarik yang saya perhatikan dari Osaka, yaitu kehidupan anak mudanya yang begitu "hidup" #eaaa. Saya sih pas di Osaka nggak ngerasa kayak di Jepang, tapi ngerasa kayak di Bandung hahaha. Orang-orang jalannya santai, nggak terburu-buru seperti yang saya liat di Internet (yang kayaknya itu di Tokyo deh), jadi kalau ada kesempatan ke Jepang lagi, saya akan eksplor wilayah Kansai lebih pol-polan, terutama Osaka.

Finally, blog tentang hari pertama saya menginjakkan kaki di Osaka kelar juga. Next saya akan bahas tentang Kyoto yang superrr cantik dan superrr ramah. 



Cheers,
Kodil

Saturday, July 29, 2017

Anti-mainstream Japan Trip 2015: Perintilannya

Aloha!
Walau terkesan agak terburu buru dan seperti dikejar deadline, saya akan mencoba mengubek ubek memori saya akan perjalanan dua tahun yang  lalu ini. Ceritanya harus masuk direkam! Setelah kemarin menjelaskan mengenai itinerary Japan Trip saya, tibalah saatnya saya nyicil perintilan yang harus disiapkan sebelum melakukan perjalanan ke Jepang. Ini dia garis besarnya.

Visa
Untuk membuat visa Jepang, seperti yang sudah kita tahu, sangatlah mudah, selama kita menaati aturan yang berlaku. Saat itu saya harus membuat visa karena paspor saya masih paspor lama, belum e-paspor. Karena kalau sudah punya e-paspor teman-teman bisa berangkat ke Jepang tanpa visa, tapi tetap harus lapor ya. Enak kaaan.

Pertama-tama, yang perlu disiapkan adalah foto paspor.
Mau gampang? Kalau kamu tinggal di Jabodetabek, kamu cukup datang ke studio foto Adorama (kalau tidak salah ada di Menteng dan Kemang, saya kurang tahu cabangnya ada dimana lagi), terus bilang “Mas/Mbak, saya mau foto untuk paspor Jepang.” Setelah itu kita akan difoto dengan background sesuai kebutuhan visa Jepang dan dicetak sesuai dengan ukurannya. Saya sendiri waktu itu fotonya di Adorama Kemang, karena memang dekat dari kantor sih, hehehe. setelah itu tunggu sekitar 30 menit dan foto lengkap dengan softcopy di CD pun berhasil kita kantongi.

Selanjutnya, saya mengunjungi website Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia mengenai jenis-jenis visa Jepang (http://www.id.emb-japan.go.jp/visa.html), kemudian klik poin nomor 4 Visa Kunjungan Sementara untuk Kunjungan Wisata dengan Biaya Sendiri. Jangan lupa untuk periksa wilayah yurisdiksi pembuatan visa sesuai dengan domisili di kartu identitas ya (bisa dicek di http://www.id.emb-japan.go.jp/conind.html).

Udah deh, tinggal baca selengkap-lengkapnya, download dokumennya, dan lengkapi sesuai dengan persyaratannya. Perlu saya akui bahwa Jepang ini sangat procedural dalam menjelaskan perintilannya, tapi juga mudah dimengerti sehingga pembuat visa tidak dibuat kebingungan dengan instruksi yang dijabarkan.

Oh iya, saat membuat visa Jepang kita diminta untuk melampirkan informasi yang berhubungan dengan rencana perjalanan, salah satunya adalah kesiapan kita dari segi finansial saat berangkat ke Jepang berupa bukti rekening koran selama 3 bulan terakhir. Tetapi, persyaratan itu tidak berlaku untuk kamu yang bekerja di BEI, pegawai BUMN, karyawan dari perusahaan yang bekerja sama dengan Jepang, karyawan perusahaan Joint-Venture Jepang-Indonesia, PNS, atlet internasional, serta seniman. Jadi santai ajaaa kalau kamu adalah salah satu dari yang disebut tadi :DD

Wawancara juga hanya ditanya “mau ngapain?” ya sesuai dengan visa yang diajukan dong, mau jalan-jalan ke Jepang, hehehe. jika sudah selesai wawancara dan menyerahkan berkas lengkap, kita hanya diminta menunggu pembuatan visa selama kurang lebih 4 hari kerja dan pihak kedutaan akan menginfokan kapan visa bisa diambil. Selesai.

JR Pass (yang hanya bisa dibeli bila Visa sudah di tangan)
Kalau visa sudah di tangan rasanya lega sekali ya. kita sudah bisa one step ahead deh, persiapannya. Contohnya untuk saya yang akan beli JR Pass. JR Pass memang baru bisa dibeli kalau kita sudah punya visa Jepang – itu dia syarat utamanya :DD saya membeli JR Pass di JALan Tour – tahun 2015 belum banyak travel agent yang menjual JR Pass, tidak seperti sekarang yang bahkan sudah bisa dibeli di sebuah situs belanja online. Standar, sih. Saya pilih tipe JR Pass Ordinary, atau nama lainnya unreserved seat, dimana kita gak akan mendapatkan kursi di gerbong prioritas, jadi kalau Shinkansen-nya ramai, ya kita akan berdiri di gerbong unreserved sampai dengan gerbongnya lowong atau ada tempat duduk kosong. Tenang saja, kita tidak akan selelah itu berdiri di Shinkansen karena keretanya nyaman banget. lebih nyaman dari naik pesawat sekalipun. Tidak terasa seperti di dalam kereta di Indonesia, lho. Serius!

Untuk harga, tiket Ordinary ini dibanderol dengan harga 29,110 Yen atau bila dirupiahkan menjadi 3,2 jutaan. Cukup hemat untuk saya yang akan melancong hingga ke Hokkaido!

Modem WiFi
Reservasi modem Wifi untuk ngenet ini tugasnya teman se-trip saya, Welly. Welly melakukan pemesanan modem Wifi yang diambil di bandara tempat kami landing dan take off nanti, Kansai International Airport, Osaka. Lagi-lagi, tahun 2015 belum ada penyewaan modem di Indonesia seperti yang sekarang ini banyak tersebar, hehehe. jadi Welly melakukan reservasinya di Jepang langsung. Modem yang kami sewa berkapasitas internet 10 GB, dipakai ramai-ramai sesuai dengan nomor handphone yang didaftarkan. Kalau tidak salah, biaya sewanya 500 ribu rupiah, termasuk murah untuk harga modem di tahun 2015 ya. mungkin sekarang ada yang lebih murah?

Packing Baju
Tidak ada long coat keren nan kekinian berbahan wool yang saya bawa ke Jepang, karena perjalanan kami ini judulnya backpacking (tapi bawa koper kabin? Banci, deh. Hahaha). Kalau bisa bawa bajunya yang seringan mungkin deh, mengingat saya hanya bawa koper kabin dan tas ransel berkapasitas 35 liter yang sudah penuh dengan makanan bekal! Di Jepang saya banyak mengandalkan jaket panjang berbahan parasut, syal berbahan wool, dan long john. Perlu diketahui bahwa setiap kota di Jepang bisa saja memiliki cuaca dan iklim yang berbeda-beda. Waktu kesana, suhu Osaka 3 dercel, suhu Kyoto 1 dercel, suhu Tokyo 10 dercel, dan suhu Sapporo -1 dercel serta bersalju padahal di kota lain sudah mulai musim semi :D

Banyak atau tidaknya baju yang kita bawa juga bisa disiasati dengan fasilitas hotel tempat kamu menginap, apakah ada mesin laundry koin? Kalau ada mungkin bisa jadi alternatif menghemat bawaan baju.

Packing Makanan
Nah, berhubung judulnya jalan-jalan hemat, saya tidak mau sok-sok-an mau jajan fancy selama di Jepang. Saya siasati dengan ngebekal makanan-makanan yang tahan lama seperti rendang, abon sapi, dan sambel tempe untuk disana. Saya juga tidak membohongi diri sendiri dengan tidak jajan makanan Jepang sama sekali. Sangat ingin. Tapi keterbatasan budget membuat saya mesti pintar pintar mengatur menu makan. Saya juga prefer masak nasi sendiri, telur sendiri, dan sushi sendiri. Nah ini, kan, bisa dibeli di supermarket Jepang tanpa harus pergi ke restoran mahal. Rasanya? Sama enaknya, sama segarnya, dijamin!

Next: Anti-mainstream Trip to Japan 2015: Day 1 Perjalanan Berangkat ke Osaka, bismillah semoga niat menulis!

Cheers,

Kodil

Tuesday, July 25, 2017

Anti-mainstream Japan Trip 2015: Itinerary

Setahun lebih yang lalu saya pernah post tenang list tulisan yang perlu saya catat di blog ini. Sebenarnya sih udah basi banget ya, tulisan tentang Japan Trip 2015, ya ampun it’s been 2 years and I am now a mother bahkan, tripnya saja sudah dilakukan sebelum tahu jodoh saya siapa, hahaha. Yasudahlah ya, toh kata The Upstairs, yang terekam tak pernah mati. Jadi saya akan menulis ini bukan karena saya harus cerita kalau kemarin saya habis dari Jepang, tapi supaya kelak saya bisa ingat dan berbagi ke Zaid dan mungkin adik-adiknya, kalau masa muda Ibunya dihabiskan buat jalan-jalan ngalor ngidul, salah satunya ke Jepang. In some part, I want my chidren to feel the experience of being single and happy like this. :D

Disini saya akan berbagi itinerary saya selama di Jepang. For your information, tahun 2015 itinerary saya ini tuh anti mainstream banget lho, sampai saya berani pasang judul seperti itu, hehehe. Iya, perjalanan saya ini ada “Sapporo”-nya, via perjalanan darat dan belum ada line Shinkansen ke Sapporo kayak sekarang *bangga*. Dulu-dulu kalau sedang blog walking rasanya jarang membaca perjalanan turis Indonesia ke Sapporo, rata-rata perjalanannya Tokyo – Osaka – Kyoto – paling banter yang lagi “in” tuh ke Shirakawa-go atau ke Fuji. padahal mereka juga pakai fasilitas JR 7-day pass lho, yang bisa naik Shinkansen dari ujung ke ujung Jepang. jadi rasanya kok sayang sekali bila tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin sampai ke ujung-ujungnya Jepang gitu ya. Bagusnya sekarang di Jepang sudah ada line Shinkansen menuju perfektur Hokkaido, dengan harga 7 day pass yang sama! Tanpa kenaikan tarif! Asyik banget untuk menjelajah Jepang! Manfaatkan ya, teman-teman.

Sayangnya waktu saya pas ke Jepang sangat terbatas seperti biasa terbentur di cuti, kalau enggak sih saya jabanin main sampai ke Okinawa, deh!

So here we go, my itinerary!



Itinerary ini saya susun kurang lebih selama 6 bulan. Bulan pertama sampai ketiga, saya mengumpulkan keinginan teman-teman trip, pada pengen kemana sih selama di Jepang? Awalnya kami mau ke Tokyo saja. Iya, karena kepentok budget dan dulu masih berpikir yang namanya JR PASS itu muahal. Tapi setelah berpikir berulang kali; Hello it's Japan, yes it is! Puas-puasin deh, daripada menyesal dan gak punya waktu untuk balik lagi kesana. Sekalian aja mainnya yang jauh-jauh. Akhirnya 3 bulan sebelum keberangkatan, kami reschedule tiket pesawat yang semula hanya 5 hari di Jepang jadi 10 hari di Jepang dan memutuskan untuk menggunakan JR PASS untuk lintas kota dan perfektur. Untungnya, kami menggunakan penerbangan AirAsia dan book tiket menggunakan aplikasi AirAsia di HP, sangat gampang sekali untuk reschedule penerbangan, udah gitu harga tiketnya masih murah aja... *bukan iklan*.

Bulan keempat saya cek rute perjalanan dalam kota yang mungkin bisa ter-cover dengan JR line, jadi bisa gratisan; harga tiket masuk daerah wisata yang akan dikunjungi; serta finalisasi budget. Untuk itinerary di atas, kami menghabiskan budget kurang lebih 10 jutaan, sudah termasuk JR PASS. Jadi hitungan kasarnya saya bawa uang cash yen sebesar 7 jutaan ketika berangkat. Bisa hidup antar kota? Bisa. Ini sudah pulang lagi, sudah kewong, dan sudah punya anak. Hehehe.

Sembilan puluh persen perjalanan saya di Jepang persis dengan itinerary ini, berhasil terealisasi. Memang ada beberapa destinasi yang kami batalkan karena, ehm, kami semua kehabisan tenaga. Hahahaha. Tidak bisa dipungkiri memang gobyos banget rasanya jalan-jalan dengan itinerary sepadat di atas. Tapi ya namanya juga di negeri orang, kalau kenapa-kenapa siapa yang mau bantu kita-kita? 

Paling senang dimana?
Jujur, Kyoto is the best city I've ever visited in Japan. Walaupun kotanya dingin karena berada di atas bukit, tapi orangnya baik dan ramah-ramah. Banyak street food. Photogenic sekali. Kemana-mana enak banget buat sightseeing deh, Kyoto tuh. Dan kota ini termasuk kota yang lumayan santai jika dibandingkan dengan Tokyo, yang menurut saya, amit-amit banget buru-burunya. Walaupun lumayan santai, transportasi bus yang jadi moda utama di Kyoto ini juga tepat waktu, lho. Urusan on time sih jangan ditanya ya, Jepang juaranya.

Apa suatu hari akan ke Jepang lagi?
Definitely Yes!
Beberapa yang sangat ingin saya kunjungi adalah Okinawa, kota dimana salah satu aliran karate tradisional, Shotokan, lahir *yang ini saya niat banget pengen kunjungi secara retired karateka haha*; Fujikyu Highland; dan sangat ingin ke perfektur Hokkaido untuk kedua kalinya! Semoga ada kesempatan untuk jalan-jalan ke Jepang lagi ya.


Sekian dan terima feed back nya,
Kodil