Empat belas Maret. Setelah kami istirahat dan sightseeing ke beberapa must visit place-nya Osaka, keesokan harinya kami check out dan bertolak ke Kyoto. Walaupun sudah masuk musim peralihan, ternyata suhu Osaka masih stabil di 5 derajat celcius pagi ini, jadi kami banyak memindahkan pakaian dingin dari koper ke tas ransel. Kami masih bisa toleransi suhu tersebut, namun angin di Osaka cukup kencang dan lumayan menusuk sehingga turis-turis negara tropis seperti kamu harus lebih prepare. Hehehe.
Kami masih menggunakan fasilitas Kansai Thru Pass untuk menempuh perjalanan dari Osaka ke Kyoto. Kalau lihat di Google Maps, sebenarnya jarak Osaka - Kyoto ini seperti Jakarta - Bogor, hanya ditempuh selama 1 jam-an naik kereta commuter. Bedanya hanya di kepadatan commuter-nya saja, sih, dimana commuter Osaka - Kyoto itu lengang banget, hahaha. Saking lengangnya, satu gerbong bisa kita gunakan bebas, karena selama perjalanan dari Osaka ke Kyoto isinya cuma kita doang. Mungkin commuter yang kami gunakan ini bukan jalur favorit, ya, makanya jadi sepi begitu.
Karena gembolan kami cukup banyak, maka kami kepikiran untuk langsung menuju tempat menginap untuk titip koper. Barangkali aja ada kebaikan dari Resepsionis Khaosan Kyoto Guesthouse, hehehe. Jadi dari Backpacker Hotel, kami berjalan menuju Stasiun Dobutsen-Mae untuk naik Sakaisuji Line menuju Stasiun Kita Senri. Dari Stasiun Kita Senri kita nggak pindah kereta karena kereta ini akan melaju sebagai Hankyu Senri Line menuju Kita Senri kemudian turun di Stasiun Awaji. Di Stasiun Awaji baru deh kita ganti kereta menjadi Hankyu Kyoto Line kemudian turun di Stasiun Awaramachi. Tinggal jalan sedikit saja dari Stasiun Awaramachi, kita sudah sampai di Khaosan Kyoto Guesthouse. By the way, maaf ya kalau penjelasan kereta mengkereta ini terlihat sangatlah rumit hehe. Tapi kalau teman-teman sudah terbiasa baca penjelasan transportasi di Google Maps pasti paham maksud saya ini :D
Alhamdulillah, ya, rejeki anak sholihah kayaknya, kami diizinkan untuk titip koper di Guesthouse! Dari awal booking penginapan di Khaosan Kyoto Guesthouse memang saya sudah punya firasat baik dengan tempat ini. Dan, nilainya di hostelworld.com memang sudah terbukti dari hari pertama sampai disini. Begitu masuk, kami diizinkan untuk check in duluan walaupun belum waktunya check in karena hari itu masih pagi, kalau tidak salah masih pukul 10 pagi. Setelah itu kami juga diizinkan untuk meletakkan koper di ruang khusus titip koper (they even consider it for budget traveler like us, wow). Insya Allah nitip koper disitu aman selama sudah dilengkapi dengan kunci kita sendiri dan tagging card yang disediakan oleh pihak Guesthouse. Bahkan para lelaki pun diizinkan untuk shalat menggunakan salah satu ruang kosong di Guesthouse!!! Cool sekali. Jadi ingat pengalaman menginap di Sunshine Bedz KL, hostelnya juga bagus banget, tapi sayang kita tidak boleh beribadah di ruang kosong, even di space kosong kamar kita sendiri. Sehingga kalau mau shalat ya berarti kita shalat di tempat tidur sambil duduk karena bentuk tempat tidurnya bunkbed jadi tidak bisa sambil berdiri. Atau kita minta izin ke teman sekamar yang lain untuk beribadah. Untungnya waktu itu saya punya temen sekamar bule yang baik banget yang ngizinin untuk beribadah di space kamar yang kosong.
Ps: ternyata bisa beribadah itu rezeki lho.
Okay, setelah kita ngobrol-ngobrol sama Resepsionisnya yang asyik (mungkin karena udah sering bertemu foreigner) dan ngobrol juga dengan beberapa turis yang lagi ngariung di Lobby (bentuk lobby-nya kayak ngampar gitu aja), kita direkomendasikan untuk ke Kiyomizu Dera dulu yang ternyata tidak begitu jauh dari Guesthouse. Agar dapat menikmati atmosfir Kyoto, kami memilih untuk berjalan kaki dari Guesthouse menuju Kiyomizu Dera. Lumayan jauh, sih, jalan kaki 2,5 km, tapi untungnya kami rame-rame jadi nggak kerasa capek. Kalaupun capek atau lapar, di sepanjang perjalanan kami menuju Kiyomizu Dera kami menemukan banyak Streetfood yang enak-enak banget! Ada mochi isi kacang merah, kue kacang hijau, kue lidah kucing, sotong bakar, apalagi ya, banyak banget kayaknya yang dicoba. Dan saya pikir makanan Jepang itu hambar-hambar, tapi ternyata enggak lho, sama tasty-nya dengan jajanan pinggir jalan di Bandung. Ibaratnya, bila Osaka itu adalah Bandung "kota", maka Kyoto adalah Bandung "atas dikit" seperti wilayah Dago atau Setiabudi yang banyak camilannya itu, hahaha.
Nah, begitu sampai di Kiyomizu Dera, ramenya udah kayak pasar. Mungkin karena kami berkunjungnya pas hari Sabtu, jadi rame banget. Harga tiket masuknya juga termasuk murah, hanya dengan 300 yen atau setara 30.000 rupiah kita sudah bisa menikmati pemandangan yang indah disini.
Background-nya nggak asik bangetlah. Pada orang selfie aja isinya~ |
Tapi tidak menutupi scenery disana, sih, tetap kece sekali~ Salutnya, walaupun pengunjungnya membludak, tetapi lingkungan Kiyomizu Dera tetap terawat dan terjaga kebersihannya. Kiyomizu Dera terkenal dengan The Hanging Veranda-nya, yaitu beranda yang dibangun di atas bukit yang disokong menggunakan konstruksi kayu. Bila dilihat dari jauh memang kece badai pemandangannya. Sayangnya saya tidak menyimpan foto berandanya dari jauh.
Tiket versus Aktual |
Semacam kumpulan harapan yang ditulis di balok kayu. Kepengen nulis juga, sih. Tapi mahal sekali nulis 1000 yen :( |
Ada beberapa ritual percayaan juga yang dilakukan di Kiyomizu Dera ini. Salah satunya adalah menulis harapan di balok kayu seperti foto di atas. Boleh juga, sih, buat lucu-lucuan. Tetapi berhubung harganya mahal, jadi saya hanya baca-bacain aja satu-satu harapan apa yang pernah ditulis pengunjung, hehehe. Terserah kalian, ya, mau mencoba atau tidak. Kalau bagi saya sendiri, menontonnya saja sudah sangat menarik.
The Hanging Veranda |
![]() |
Kenapa, sih, Wel, lo ngeliat ke arah HP terus? By the way please stay focused to the background. |
Setelah puas berkeliling Kiyomizu Dera yang cantik ini, kami pulang ke Guesthouse dengan wajah riang gembira. Kelelahan kami jalan jauh dibayar dengan semangkuk Indomie yang dimasak dengan kebahagiaan. Hahaha. Diulang, semangkuk Indomie yang dimasak karena berhemat sudah terlalu banyak jajan Streetfood :))))
Oh iya. Saran saya, bila jalan-jalan ke Jepang, pakailah sepatu yang sangat nyaman untuk meminimalisir rasa lelah akibat banyak berjalan kaki. Bisa pakai walking shoes atau running shoes. Kalau saya kemarin pakai New Balance 947 berbahan kulit balik jadi sekaligus bisa menahan dingin juga. Trust me, it works! Selama di Jepang betis saya nggak berkonde-konde amat. Footgear penting, melebihi pentingnya style dengan pakaian dingin! :))))
Cheers,
Kodil