Wednesday, September 4, 2019

Anti-mainstream Japan Trip 2015: [Day 7-9] SAPPORO and Heading Back to Jakarta

Assalamualaikum!

19 Maret 2019.


Akhirnya setelah 3 jam naik Shinkansen Hokuto ditambah 7 jam naik Hamanasu Car, kami tiba di Stasiun Sapporo dengan sehat, selamat, dan tanpa kekurangan apapun :D alhamdulillah walaupun saat itu belum ada Shinkansen sampai Hakodate, kami masih bisa menikmati fasilitas JR Pass Nationwide 7 days hingga ke pulau terujung negara Jepang. terima kasih JR! selain itu kami juga bisa menghemat penginapan 2 malam, lumayannn :D


Hari ini ingin kami tidak muluk-muluk, kami hanya ingin main salju sepuas-puasnya di Takino Park, secara di antara kami belum ada yang pernah pegang salju *sedih ya*. jadi sesampainya di Stasiun Sapporo pukul 6 pagi, kami santai dulu di Starbucks Sapporo. Hari itu suhu udara Sapporo lumayan dingin, -1 derajat celcius, ditambah suasananya masih musim salju dan anginnya juga lumayan kencang, jadi minum kopi hangat adalah keputusan yang paling tepat sebelum dingin-dinginan keluar stasiun.


Menghangatkan diri di Starbucks Stasiun Sapporo
Alih alih dikasih tulisan selamat datang dalam huruf jelang, ini malah pake bahasa Inggris :D
Nyasar? Yaudah. Foto-foto aja...


Kami keluar stasiun pukul 7 pagi. Deg-degan banget pas keluar stasiun, secara dingiiin dan salju semua :D kami langsung menuju stasiun Sapporo yang satu lagi untuk naik Namboku Line menuju stasiun Makomanai, dilanjutkan dengan naik bus nomor 106 menuju Takino Suzuran Hillside Park,. Naik busnya ini agak-agak drama, karena sempat salah naik bus dan akhirnya nyasar ke perumahan warga :DD akhirnya balik lagi ke stasiun tempat naik bus tadi… udah gitu nunggu busnya lumayan lama, sekitar 1 jam... ya lumayan lah jadi bisa foto-foto dulu sambil nunggu bus datang, meskipun waktu bermain ski jadi berkurang 2 jam akibat nyasar.


Sampai di Takino Pak, drama belum berhenti. Dari pemberhentian bus, kami harus berjalan kaki kurang lebih 200 meter menuju tempat penyewaan pakaian ski. Namanya belum pernah menginjak salju, jadi belum tau kalau mau ke daerah bersalju sebaiknya pakai sepatu boots bukannya sepatu keds. Berkali-kali kami semua terpeleset hahahahaha. Itu lucu banget sih. Alih-alih saling membantu, yang ada kami saling menertawakan satu sama lain :DD


Here we go, skiing!

Foto pake kamera iPhone 5 seadanya. No filter needed.

Unad~~~

Sebelum jatuh terguling-guling perdana main ski, foto dulu.

Been there, done that!

Kissed by the sun, abis itu gosong :D

Kenang-kenangan dari Takino Park. Terguling-guling dan ada robek kecil di tangan.
Sampe tahun 2019 bekasnya nggak ilang-ilang lah.

Setelah lari-larian menuju halte bus buat ngejar bus terakhir.


Drama selanjutnya adalah, jadi Takino Park ini lokasinya cukup remote dari Sapporo, dimana bus terakhir menuju Sapporo adalah pukul 16.28. Jadi kebayang kan, baru selesai main ski jam 15:30, langsung gercep ganti baju lari-larian ke halte bus ditambah drama terpeleset yang masih aja terjadi. Alhamdulillah untungnya masih kebagian bus. Sampai di stasiun Sapporo kami masih sempet jalan-jalan di sekitar stasiun dan mampir lagi ke Starbucks untuk beli tumbler titipan teman-teman.

Alhamdulillah, tuntas sudah impian melihat dan bermain salju di Sapporo. Kotanya juga cantik banget. sayang waktu kita disini terbatas jadi belum eksplor lebih. Mudah-mudahan suatu hari Allah kasih rejeki buat balik lagi kesini, aamiin.

Bisa dibilang, Japan Trip 2015 ini berakhir disini. Karena keesokan harinya, sesampainya di Tokyo kami hanya membeli oleh-oleh di Akihabara, nyeberang di Shibuya (mandatory!!!), melongok sedikit ke Tokyo Tower, dan berbelanja oleh-oleh di Don Quijote Asakusa. Nothing special selain sudah lelah dan rindu masakan Indonesia…

Dengan ini saya sampaikan lunas sudah hutang menulis Japan Trip 2015. Alhamdulillah, saya makin jatuh cinta sama Jepang. Keteraturannya, keramahan warganya, dan keindahannya bikin saya pengen balik lagi dan lagi. Mungkin kalau ada kesempatan, saya akan eksplor kota lainnya di Jepang yang sudah pasti nggak kalah menarik dengan kota-kota besarnya.


Sayonara, Japan~~~



Cheers,


Kodil



Thursday, April 4, 2019

Me and My Family: Bertutur Positif dan Persuasif

Rehat Sejenak.

Pernah nggak sih tiba-tiba kita kontemplasi? Kontemplasi yang tidak diniatkan terjadi. Kontemplasi yang mengalir begitu saja hanya karena melihat hal kecil yang tiba-tiba melintas di depan kita, kemudian kita berucap, ya Allah ternyata efeknya begini, ya...~ alhamdulillah.

Saya baru saja mengalaminya.

Semalam ketika sudah memasuki jam tidurnya, seperti biasa saya mengajak Zaid untuk mematikan lampu kamar. Tiba-tiba Zaid bilang, “Bu, lampunya dinyalain aja, ya.” 

“Lho, dimatiin aja, Sayang. Kalau lampunya dinyalain, nanti bobonya Zaid nggak nyenyak lho,” ujar saya.

“Okay, Ibu. Lampunya dinyalainnya pas udah bangun aja, ya.”

Tanpa tantrum, tanpa marah-marah.

Masya Allah, saya tidak menyangka Zaid bisa menerjemahkan bertutur positif dan persuasif yang saya terapkan kepadanya untuk hal-hal selain larangan, maksudnya selain yang saya ajarkan kepadanya untuk dia hindari, di usianya yang menginjak 2 taun 6 bulan. Anak-anak, benar-benar perekam ulung yang tidak pernah saya bayangkan bisa segininya, sebelumnya.

Kemudian Zaid termenung (dia kalau mau tidur memang termenung dulu agak lama kemudian baru merem) kemudian tertidur pulas.

Jujur, saya dan Bapak Zaid adalah tipikal orang tua yang tidak bisa sering berlembut-lembut di depan Zaid. Ini kekurangan kami yang haruuusss pelan-pelan diperbaiki. Namun, kami juga bukan orang tua yang galak sama Zaid, yang gemar melarang Zaid. Melarang sebisa mungkin kami hindari sedari Zaid lahir. Ya, sedari Zaid lahir, ketika kami berbicara dengannya, kami saling berjanji untuk selalu menggunakan kalimat positif dan persuasif untuk melakukan hal-hal apapun. Seberusaha itu kami menghindari kata "Jangan" dan "Nggak boleh". Kalau tidak ada urgensinya, kami tidak akan mengucapkan kata-kata itu.

Seperti “Zaid, gimana kalau nggak usah main listrik? Zaid lihat, kan, di buku Sali, Sali tersengat listrik saat bermain kabel. Nggak enak, lho, tersengat listrik itu. Ibu pernah dan Ibu kaget sekali.” Kemudian setelahnya Zaid meninggalkan kabel dan bermain yang lain.

Di lain waktu, ketika Zaid ketahuan sama saya sedang bermain kabel, dia bilang sendiri sama saya “Ibu, Zaid nggak main kabel, ya. nanti kesetrum kayak Sali, lho.” Kemudian dia pergi meninggalkan kabel dan mencari mainan yang lain. Ya, meskipun situasinya dia sedang ketahuan bermain kabel sama saya, namun Zaid sudah merekam sebuah larangan dengan cara yang positif sehingga dia bisa berinisiatif untuk meninggalkan apa yang dilarang sama Ibunya, tanpa perlu melihat ibunya “ngegas”. Begitu juga untuk hal-hal lain.

Ya, meskipun ada kalanya Zaid tidak bisa dikasih tau, saya pun ada kalanya belum bisa sabar, Bapak Zaid juga ada kalanya belum merendahkan suara ketika berbicara, tapi hal kecil inilah yang membuat saya percaya bahwa kami bisa bekerja sama dengan baik untuk menumbuhkan kebiasaan positif yang memiliki efek jangka panjang untuk keluarga kami. 

Bertutur positif dan persuasif.

Ah, hal-hal seperti ini yang selalu membuat saya bersyukur dan berusaha untuk upgrade diri… upgrade diri yang tidak melulu karena melakukan kesalahan, tapi upgrade diri karena paling tidak sudah berusaha menerapkan hal positif yang dampaknya sudah terasa. Terima kasih ya Allah, sudah memberi kesempatan untuk membiasakan diri menerapkan hal kecil positif di lingkungan keluarga kami. Pe er kami memang masih banyaaak sekali untuk pembiasaan positif seperti ini, tapi betapa hal kecil yang Kau berikan kesempatannya kepada kami, memiliki dampak yang begitu besar untuk keluarga kami di kemudian hari.

Teruntuk anakku Zaid, mari belajar bersama untuk selalu bertutur positif ya, Nak.

Bapak Zaid, mari berusaha menerapkan kebaikan kecil lainnya di keluarga kita ya, Pak.

Fin.

Wednesday, April 3, 2019

Anti-mainstream Japan Trip 2015: [Day 6] Fujiko F. Fujio Museum and AOMORI!

Assalamu’alaykum warohmatullah!

Alhamdulillah, proses mencicil tulisan itinerary Jepang 2015 sudah menginjak hari keenam… mau nangis rasanya dikasih kesempatan untuk mengingat-ingat memori 4 tahun yang lalu, antara nangis senang, nangis kesal karena nggak mampu mengingatnya lagi, atau nangis bingung merangkai “puzzle” 4 tahun lalu, takut kalau jadinya nggak nyambung gimana? Hahahaha. Well, sejauh ini prosesnya masih lancar, walaupun sambil disambi pekerjaan kantor, membersamai anak, dan masak buat orang rumah. Tapi namanya udah janji sama diri sendiri untuk nulis ya harus ditepati dong. :D


Delapan belas Maret dua ribu lima belas.

Hari ini rencana kami adalah mampir ke Museum Fujiko F. Fujio dan dilanjutkan dengan jalan ke Sapporo melalui jalur darat, naik Shinkansen sampai Aomori kemudian lanjut naik Hamanasu Car hingga ke Sapporo.

Seperti biasa, kalau nggak kelaperan banget, kami memulai hari dengan sarapan onigiri yang kami beli di Family Mart dekat hostel. Hari ini kami check out dari hostel karena setelah dari Museum Fujiko F. Fujio kami akan berangkat ke Sapporo nanti malam. Namun, karena lusanya kami menginap di Tokyo lagi dan di hostel yang sama pula, kami meminta izin kepada host kami untuk menitipkan koper dan alhamdulillah diizinin. Jadi kami tidak perlu mengeluarkan uang untuk titip koper di stasiun besar. Biasanya titip koper atau sewa loker dikenai biaya 500-100 yen tergantung ukuran loker yang disewa lamanya penyewaan. Lumayan kan buat nambah-nambahin uang jajan di Sapporo nanti, hehehe. untuk ke Sapporo nanti, kami hanya membawa jaket tebal, syal, dan baju ganti seperlunya. Sedangkan untuk keperluan bermain ski, kita tidak perlu membawa baju dan peralatannya karena sudah disediakan oleh Takino Park di Sapporo, tempat kami akan bermain ski.

Untuk bisa menuju Fujiko F. Fujio Museum atau Doraemon Museum, kami jalan kaki menuju stasiun Asakusa untuk naik Tsukuba Express sampai stasiun Kitasenju, kemudian ganti kereta menuju stasiun Yoyogi Uehara, kemudian ganti kereta lagi naik Odakyu Line,turun di Mukogaoka-yuen dan lanjut naik bus menuju museum. Lumayan panjang, ya, ngeteng keretanya, tapi insya Allah tetap nyaman dan nggak ribet kok. Oh iya, untuk tiketnya sendiri sudah kami beli saat sampai di Tokyo kemarin. Kami membeli tiketnya di Lawson Tokyo, Lawson mana aja ada kok asal di Jepang, hehehe. Harga tiketnya 1000 yen dan dibagi berdasarkan schedule masuk museum. Schedule masuk museum bisa dicek disini, dan kami memilih untuk berkunjung pukul 12.00...

Bus menuju museumnya lucu banget, kyaaa jadi pengen balik lagi.






Kenapa sih kepengen ke Doraemon Museum? Ya kalau di jaman saya yang namanya Doraemon itu menemani setiap hari libur sekolah, ya. Siapa sih yang tahun 90an tiap minggu pagi pukul 08.00 nggak nongkrong di depan teve nungguin Doraemon? Hahahaha. Kelewatan nih yang nggak nonton Doraemon :D saking kuatnya ikatan batin saya dengan Doraemon ini, rasanya nggak afdol kalau ke Jepang nggak mampir ke museumnya untuk kulo nuwun dan bernostalgia~~

Alat untuk mendengarkan penjelasan kurator yang saya dan Unad kalungkan.

Di museum ini kita dikasih alat untuk mendengarkan penjelasan kurator museum dalam bahasa Inggris. karena setiap penjelasan museum ditulis dalam bahasa Jepang, jadi alat ini membantu banget dalam menikmati museum. Bagusnya lagi, pengunjung museum dilarang berfoto di dalam museum. Jadi insya Allah orisinalitasnya terjaga ya. Dan kita hanya foto-foto di luar museum aja. Bagusss juga~



The legendary Pintu Kemana Saja :)








Pulangnya kami menyempatkan diri jalan kaki di kawasan perumahan di sekitar museum.



Semacam abandoned park, meskipun berantakan tapi tidak ada sampah berceceran.

Setelah itu kami menuju stasiun untuk kembali ke Tokyo dan melanjutkan perjalanan ke Shin-Aomori menggunakan Shinkansen. Perjalanan Tokyo-Shin Aomori memakan waktu kurang lebih 3,5 jam. Sampai di Shin Aomori kita harus ganti kereta ke Aomori, karena naik Hamanasu Car-nya dari stasiun Aomori. Meskipun Hamanasu Car merupakan kereta milik JR, tapi tidak diberangkatkan melalui stasiun JR yang biasanya ada kata-kata "Shin"-nya.

Super excited pertama kali ngeliat salju :")
Hamanasu Car. Keretanya super jadul dan diesel. Tapi insya Allah tetap aman. Oh iya, keretanya lumayan berisik kayak kereta ke Jawa Tengah :D

Sapporo here we come!

Sekarang waktunya tidur untuk menyiapkan tenaga main ski besok!

Next: ngopi di Starbucks Sapporo, main ski di Takino Park.

Tuesday, April 2, 2019

Anti-mainstream Japan Trip 2015: [Day 5] Tsukiji Jogaii Market, Lake Kawaguchi, Kachikachiyama Ropeway and Fuji-san!

Assalamu'alaykum warohmatullah!

Tujuh belas Maret dua ribu lima belas.

Setelah bermalam di Tokyo, alhamdulillah mood yang semalam sedikit berantakan udah agak membaik. Hari ini itinerary kami adalah ke Tsukiji Jogaii Market dan Lake Kawaguchiko. Yes!!! Tsukiji Jogaii Market adalah pasar ikan terbesar di Jepang, dimana seperti pasa ikan pada umumnya, kehidupan disini dimulai dari dini hari. Tsukiji Market terkenal dengan fish auction-nya, yaitu lelang ikan-ikan segar terbaik di dunia dengan harga yang berani ditawar dengan fantastis. Kalau kita datang pukul 4 pagi mungkin kita bisa menyaksikan aktivitas lelang ikan tersebut, sayangnya kita datang sekitar pukul 7 pagi sehingga hanya bisa menikmati kudapan laut segar disini saja. Dari hostel kami jalan kaki dulu menuju stasiun Asakusa, kemudian naik Asakusa Line turun di Higashi Ginza dan jalan kaki sedikit saja. Sampai deh disini...

Kami sangat menikmati berada di Tsukiji Fish Market, apalagi kalau bukan makan seafood segar dengan bumbu sederhana khas Jepang, meleleh di mulut ~~~

Cuma dibakar gini doang aja enaknya masya Allah~~


Ikan tuna segede saya. Ya, saya!


Oyster fenomenal... Parah, enak banget!




Bapak penjual oyster, arigatou gozaimasu!




Mission accomplished!

Satu jam dirasa cukup untuk mengitari Tsukiji Jogaii Market. Selanjutnya kami akan bertolak ke Lake Kawaguchiko untuk ketemuan sama si cantik Fuji-san. Untuk menuju kesana kami menggunakan fasilitas JR Pass, yaitu naik JR Chuo Line dari Stasiun Shinjuku menuju ke Stasiun Otsuki, kemudian dilanjutkan dengan membeli tiket Fujikyu Line untuk ke Lake Kawaguchiko di Stasiun Otsuki (harganya sekitar 2,280 yen). Kenapa bela-belain naik Fujikyu Line yang rada mahal? Pertama karena keretanya punya desain yang oke punya, lucu-lucu banget karakter Fuji-san yang dilukiskan di kereta Fujikyu ini! Kedua karena keretanya punya jendela yang besar-besar sekali, sehingga memang cocok untuk dijadikan kendaraan sightseeing... dan benar saja, sewaktu kami menaiki kereta ini menuju Lake Kawaguchiko, terjadi kehebohan setiap para turis melihat pemandangan Fuji-san yang sangat cantik itu... semua yang ada di kereta berteriak "whoaaah" berkali-kali saking takjubnya. Saya bisa katakan ini adalah sensasi eyegasm yang luar biasa. Fuji-san benar-benar secantik itu! Memang saat kami kesana, cuaca di sekitar Fuji-san sedang cerah-cerahnya, tidak ada kabut yang menutupi Fuji-san sama sekali, sehingga kami dapat menikmati pemandangan Fuji-san dari sudut manapun. Masya Allah. Huhuhu jadi kepingin balik lagi :D Insya Allah.

JR Chuo Limited Express~~~

Interior di dalam JR Chuo Limited Express. Kece!

Kursinya bisa dibalik, mengingatkanku pada kereta Taksaka :D

Fujikyu Line~~ Lucu banget parah!

Pemandangan Fuji-san dari dalam Fujikyu Line.
That moment ketika sekereta bilang : "Whoaaaa!" pas ngeliat Fuji-san.

Sesampainya di Lake Kawaguchiko waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang, perut pun sudah mulai keroncongan, jadi kami mampir dulu ke Seven Eleven untuk membeli beberapa potong onigiri sebagai kudapan kami siang ini. Setelah itu kami lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki di pinggir Lake Kawaguchiko hingga tiba di salah satu tujuan wisata kami di Lake Kawaguchiko: Kachikachiyama Ropeway!


Turun dari Fujikyu Line aja pemandangannya kaya gini, masya Allah :")

Ohayou gozaimasu, Lake Kawaguchi!

No filter needed, alhamdulillah cuaca lagi bagus banget!

Jadi Kachikachiyama Ropeway ini merupakan Ropeway sepanjang 400 meter yang menghubungkan Lake Kawaguchiko dan Observation Deck di dekat puncak Tenjoyama, tempat yang memiliki ketinggian 1.075 mdpl dimana kita bisa menikmati view Lake Kawaguchiko dan Fuji-san 360 derajat. Kami memilih round trip untuk naik Kachikachiyama Ropeway menuju Observation Deck (males hiking hehehe), kalau mau hiking juga bisa saja, bisa trail hiking sejauh 300 meter dengan elevasi yang lumayan bikin paha pedas kalau nggak terbiasa :D Tapi itu semua insya Allah terbayar kok sesampainya di Observation Deck. Beneraaan disini kalian bisa puas-puasin mata memandangi Fuji-san yang masya Allah cantiknya... saking speechless-nya, saya akan menjelaskan keindahannya melalui foto…













Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Saatnya untuk pulang ke Tokyo. Sedih sekali rasanya untuk meninggalkan Fuji-san yang sangaaaaat cantik. Tapi apa mau dikata, itinerary lain telah menunggu untuk dijalankan. Sayonara Fuji-san, semoga Allah kasih kesempatan ke kita buat ketemu kamu lagi, ya. Beneran sedih banget.
















Baik, kami pulang ke Tokyo menggunakan rute yang sama, namun saat naik JR Chuo Line, kami turun di Stasiun Shinjuku karena akan mencicip sebuah restoran ramen halal rekomendasi Mira, teman kuliah saya yang juga tukang ngebolang, Kaijin Ramen. Kami sampai di Stasiun Shinjuku pukul 7 malam dan segera bergegas ke Kaijin Ramen yang ternyata… antre paraaaah. Ah, padahal kami sudah sangat lapar. Tapi tak apalah, kami tunggu saja. kami baru ingat kalau waktu makan orang Jepang tidak selama orang Indonesia. :D

Ternyata benar saja. Kami hanya perlu antre 30 menit untuk bisa dapat seat disini. Padahal antrean restoran ini mengular sampai ke tangga dan lantai dasar gedungnya, lho. Ditambah restorannya terletak di lantai 2 sebuah ruko kecil di sekitar pusat perbelanjaan Shinjuku, sempit? Sudah pasti. Tapi Alhamdulillah ini Jepang, bebas semrawut dan menjunjung tinggi asas antre dengan tertib. Hehehe. 

Kenapa, sih, Kaijin Ramen atau Menya Kaijin ini halal? Jadi kuah ramen Kaijin ini memang unik, maksudnya ya jarang aja sih ketemu ramen kayak begini hahaha, mereka menggunakan kaldu seafood sebagai bahan dasar kuah ramennya. Jadi insya Allah udah terpercaya, deh (selain karena udah halal certified juga, sih, hehehe). Ingat, ya, daging sapi non halal di luar negeri bukan saja karena pisaunya yang mungkin bercampur dengan hewan non halal seperti babi, tetapi juga karena cara sembelihnya yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

Saya memesan Spicy Seafood Based Ramen lengkap dengan rice cake seharga 1030 yen. Rasanya? Light tapi seger banget! Style ramennya memang berbeda dengan Hakata Ramen yang ada di Jakarta, yang mana Hakata Ramen itu kuahnya kental sekali. Sementara Kaijin Ramen ini ringannya seperti makan Indomie rasa ayam bawang tapi tentunya dengan rasa yang lebih khas. Nikmaaat. Oh iya, kalau kamu berhasil menghabiskan ramennya, kamu bisa mendapatkan kuah tambahan gratis! Cocok buat backpacker!

Itadakimasu~~~

Ngga ngerti apaan tapi ngeliat gambarnya lucu aja :))))

Perut kenyang hati senang bukan kepalang. Kami keluar dari Menya Kaijin diiringi dengan senyuman riang para juru masak disana. Kami pulang ke hostel dengan langkah kaki bahagia diiringi band jalanan keren yang kami temui di jalanan menuju stasiun Shinjuku, The Throtles. Tak lupa kami sisihkan sebagian uang jajan kami untuk mereka dan berfoto bersama sebelum meninggalkan mereka. Alhamdulillah, hari ini isinya cerita bahagia semua. 




Fin! Next: Museum Doraemon dan perjalanan menuju Sapporo!