Ternyata mencoba menggali-gali
memori membutuhkan tenaga yang ekstra yah…
Mohon maaf atas keterbatasan
dokumentasi pada setiap tulisan saya, karena laptop nge-blog beda sama laptop
backup *gaya*. Kalau fotonya sudah ketemu, pasti saya update di blog!
Setelah drama paspor beres, saya
sudah bisa fokus mempersiapkan perintilan jalan-jalan serta membereskan
outstanding pekerjaan kantor yang, mungkin saja, gak bisa di-hand over ke teman
setim. Outstanding pekerjaan kantor menjadi hal yang mandatory karena, seminggu
sebelum berangkat, saya mendapat ancaman dari Pak Bos: kalau assignment yang diberikan
ke saya belum selesai, form cuti saya ditolak! Which means, kalau sampai
ditolak, gagal deh impian saya buat cuti panjang dan backpacking keluar negeri,
berhubung ini adalah kali pertama keluar Indonesia setelah hampir 22 tahun
“betah” di negara sendiri.
Setelah struggling selama kurang
lebih dua minggu ngelembur di kantor, pulang minimal jam 10 malam (sehari
sebelum berangkat pulang jam setengah 12 bahkan!), akhirnya semua assignment
beres dan bisa berangkat dengan tenang. Walaupun hanya dapat jatah tidur malam
3 jam karena harus mengejar pesawat ke Kuala Lumpur pukul 6 pagi, gak apa-apa
deh.
Saya berangkat dari kost-an di
daerah Kebagusan pukul setengah 3 pagi. Kok pagi banget? iya, kata teman-teman
yang hobi melancong, Tol Lingkar Luar Barat justru macetnya saat pagi-pagi
buta. Jadi saya percaya-percaya aja sama mereka, meskipun ternyata Tol Lingkar
Luar Barat kosong melompong dan waktu tempuh Kebagusan-Bandara Soekarno Hatta
hanya dua puluh lima menit! Yah mendingan kecepetan, sih, daripada terlambat.
Lumayan, saya punya waktu luang untuk charge handphone, beli minuman yang
hangat-hangat dan tidur ayam di JCO Terminal 3.
Ini adalah kali pertama saya
keluar Indonesia setelah hampir 22 tahun, sendirian. Jadi, kebayang, kan,
experience ke-kikuk-kan saya pas melewati petugas imigrasi, even itu adalah
petugas imigrasi di Negara saya sendiri. Tetap saya saat melewatinya, tangan
dingin nggak karuan takut gak diizinkan keluar dari Indonesia… lebay. Tapi yeay
Alhamdulillah, saya sukses melewati pemeriksaan petugas imigrasi! Petugas
memberikan cap di paspor saya dan Voila! Secara dokumen, saya dinyatakan sudah
keluar dari Indonesia.
Saya memang sengaja memesan tiket
pesawat Jakarta-Kuala Lumpur dan Kuala Lumpur-Bangkok. Berhubung experience
keluar negeri saya yang super terbatas, maka ketika ada kesempatannya saya
gunakan momen ini untuk jalan-jalan ke dua negara sekaligus. Saya super
penasaran sama daerah Putrajaya di Malaysia, yang merupakan pusat pemerintahan
negara Malaysia. Lihat review di blog teman, Putrajaya merupakan daerah yang
jauh dari pusat kota Kuala Lumpur, lebih dekat dengan KLIA2 jika ditempuh
dengan kereta cepat KLIA Express atau KLIA Transit. Kotanya bersih, tertib dan
sudah dilengkapi dengan fasilitas transportasi yang sangat Mumpuni. Mesjidnya
aja bagus banget…
![]() |
Mesjid Putra nan cantik, terletak di Kawasan Putrajaya, Malaysia. |
Kalau untuk objek wisata lainnya,
entah kenapa, saya gak begitu tertarik, hehehe. Saya lebih penasaran dengan
kuliner Malaysia ketimbang objek wisatanya. Penasaran lainnya yang harus
dijawab di Malaysia adalah mencicipi Nasi Briyani asli bikinan India Malay,
plus durian Malaysia yang katanya nikmat banget itu.
Perjalanan Jakarta – Kuala Lumpur
memakan waktu kurang lebih satu setengah jam. Saya sampai di Kuala Lumpur
International Airport 2 (KLIA2) pukul 08.30 waktu Kuala Lumpur. Lagi-lagi saya
mau menceritakan kenorakkan saya saat mampir ke Bandara negara lain. It is a
huge airport, I think. Mungkin karena terminal-terminal keberangkatan di
Bandara KLIA2 tidak terpisah-pisah bangunannya seperti di Indonesia ya. Jadi
pesawatnya pada “parkir” di sepanjang bangunan KLIA2, berikut gambarnya:
![]() |
Ilustrasi KLIA 2. Mantep ya. |
Selebihnya saya gak begitu norak,
sebab kalau saya bercerita KLIA2 dipenuhi oleh toko oleh-oleh, dimana-mana juga
seperti itu, sih. Hehehe. Tetapi saya akui KLIA2 adalah bandara yang bersih, nyaman,
tertib dan berfasilitas lengkap.
Selesai lolos petugas imigrasi
Malaysia, saya langsung mencari loket pembelian tiket KLIA Transit di sekitar
Bandara, yang ternyata tidak perlu keluar Bandara untuk mendapatkannya. Untuk
pemberhentian Cyberjaya-Putrajaya, ongkos yang dibebani adalah 6.2 Ringgit atau
sekitar 24 ribu rupiah. Cukup mahal, sih, kalau kita bandingkan dengan ongkos
Commuterline di Jakarta. Tapi harga tersebut terbayar dengan fasilitas WiFi-nya
(you know your life will definitely depend on WiFi connection once you go
abroad) dan kenyamanan kereta itu sendiri. No gontok-gontokan kayak di Gerbang
Wanita Commuterline! Hehehe..
Suasana di dalam KL Transit. Nyaman sekali... |
Waktu menunjukkan pukul 09.00
waktu KL, sementara saya berencana naik KL Transit pukul 09.12. Ah, ternyata KL
Transit yang saya inginkan sudah “ngetem” di jalurnya. Karena transportasi di
KL ini tepat waktu, maka saya nggak mau ambil resiko untuk bersantai ria. Saya
langsung naik dan cari tempat duduk asyik menghadap ke jendela sembari mencari
informasi mengenai transportasi buat muter-muter di Putrajaya nanti. Awalnya
ekspektasi saya sama pemandangan Malaysia tuh tinggi banget! semacam bisa
sight-seeing gitu lah. Tapi ternyata pemandangan KLIA2-Putrajaya gak seindah
yang saya bayangkan karena yang menghampar hanyalah perkebunan sawit dan kebun
apalah itu, saya juga gak tahu. Yang jelas, gak begitu menarik. Sehingga saya
memutuskan untuk menunduk dan memilih bercengkrama dengan handphone kesayangan,
lagi-lagi untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang Putrajaya.
Sekitar 15 menit kemudian, KLIA
Transit yang saya naiki tiba di Cyberjaya-Putrajaya. Kesan pertama turun di
stasiun Cyberjaya-Putrajaya: SEPI. Ini pusat pemerintahan beneran, kan?
lagi-lagi ekspektasi saya meleset. Nggak selalu yang namanya pusat pemerintahan
itu ramai, Kodil. Dari stasiun, saya agak lama mencari informasi mengenai nomor
bus yang harus saya naiki untuk mencapai Masjid Putra, ternyata pagi-pagi
begitu pusat informasi turisnya belum buka… yasudahlah, toh masih serumpun
jugak, kan, sama Malaysia, saya tanya-tanya saja sama orang sekitar pakai
bahasa Indonesia. Setelah bercakap-cakap dengan bahasa gado-gado, diketahui
bahwa saya harus naik bus L11 Jurusan Putrajaya Sentral-Precint 4, 3, 2 dan
turun di halte Masjid Putra. Akhirnya!
Dari halte, saya masih harus
berjalan melewati taman yang luas untuk bisa sampai di Mesjid Putra… hmmm. Jauh
sih… tapi saya sangat menikmati pemandangan disini. Tamannya bersih banget dan
super terawat! Walaupun cuaca pagi-pagi di Malaysia aja udah panas banget, tapi
tetep nikmat rasanya kalau dikelilingi sama taman cantik disini.
Sebentar lagi sampai... |
Masjid Putra dari kejauhan. |
Panoramic picture of Masjid Putra. |
Waktu menunjukkan pukul 11.00 ketika sampai di Masjid Putra. saya langsung masuk ke area masjid untuk berteduh sekalian shalat Dzuhur.
Ada hal yang sedikit memalukan
buat saya pribadi sebagai seorang Muslimah.
Untuk memasuki komplek Mesjid
Putra, wanita dan pria yang terlihat auratnya wajib menggunakan jubah yang
dipinjamkan secara cuma-cuma di sebelah kiri pintu masuk Mesjid. Saya sih cuek
aja masuk, pikir saya, saya juga sudah pakai pakaian tertutup (celana jeans dan
kaos lengan panjang) dan jilbab kan. ternyata, beberapa detik setelah
“nyelonong” masuk, saya kena tegur petugas Mesjid! Intinya, Bapak yang baik itu
berkata seperti ini…
“Kak, mohon maaf… menggunakan
celana ketat tidak diijinkan disini. Sehingga Kakak wajib menggunakan jubah
untuk menutupi aurat Kakak…”
Hiks. Bapak benar, Pak. Saya saja
yang masih bandel pakai jeans kayak begini.
Sambil tersenyum kecut
menyebalkan saking malunya, saya gunakan jubah merah ala ala pelajar di
Hogwarts. Dan, langsung selfie pake tongsis andalan.
Saya jatuh cinta pada pandangan pertama dengan arsitektur Mesjid Putra, terutama untuk bagian dalam mesjidnya. Subhanallah, berulang kali saya mengucap syukur saat melihat keindahan Rumah Allah yang juga “dicap” sebagai salah satu masjid tercantik di Malaysia ini. Indah sekali…
Selesai shalat Dzuhur dan
memanjakan mata, saya memutuskan untuk kembali ke Stasiun Cyberjaya-Putrajaya
untuk naik KL Transit ke KL Sentral. Waktu tempuhnya hanya 20 menit. KL Sentral
merupakan stasiun kereta api sentral di Kuala Lumpur, Malaysia, yang
dipersiapkan sebagai hub (pangkalan) beberapa moda transportasi (Wikipedia).
Dari KL Sentral, saya bisa nge-mall dulu karena ada mall disana, atau langsung
menuju hostel menggunakan transportasi monorail.
Karena sudah cukup lelah
panas-panasan, sepertinya pilihan terbaik adalah langsung menuju hostel dan
beristirahat serta ketemuan sama Mel yang sudah check in duluan. Hostel yang
akan saya inapi, KL Sunshine Bedz, terletak di pusat kota Kuala Lumpur, Bukit
Bintang. Dari KL Sentral cukup dengan naik Monorail menuju Stasiun Bukit
Bintang kemudian jalan kaki kira-kira 100 meter dari Stasiun ke arah McDonald’s
Bukit Bintang, setelah itu sampai deh! KL Sushine Bedz terletak tepat di
sebelah McDonald’s Bukit Bintang. Bagi teman-teman yang berencana backpacking
dan menginap di Hostel, saya sangat merekomendasikan tempat ini karena
fasilitasnya yang OKE banget. kamu sudah dapat handuk gratis, WiFi sepuasnya
gratis dan sarapan gratis pula! Kalau nggak salah, sih, per malamnya hanya 150
ribu an kok, sangat murah untuk ukuran Hostel dengan fasilitas memadai dan
berada di pusat kota.
Sesampai di KL Sunshine Bedz,
saya langsung selonjoran asik dan ngobrol sama Mel si penggagas jalan-jalan
sambil nungguin Eceu yang sedang melewati perjalanan darat dari Batam ke Kuala
Lumpur.
Hari pertama di Putrajaya dan
Kuala Lumpur mungkin adalah perjalanan yang tidak begitu istimewa, namun sadar
nggak sadar banyak sentilan-sentilan yang Allah kasih ke saya di hari pertama
ini. Diingatkan… supaya terus bersyukur.
Sampai jumpa di postingan hari
kedua: Kuala Lumpur – Bangkok!
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete