Saturday, September 3, 2016

Dilla Went to Malay – Thai 2014: Ancient Thailand called Ayutthaya, Day 3


"Masih terngiang di telingaku…"

eh itu mah lagunya Ike Nurjanah deh. Ketahuan banget ya waktu kecil ikutan dengerin simbak dangdutan. HEHEHEHE.

Iya, masih terngiang bagaimana perjalanan kami menuju ke Ayutthaya dimulai. Kebalikan hari sebelumnya, hari itu Bangkok terasa panas dan berudara lembab – inilah cuaca Bangkok yang sebenarnya, mirip sekali dengan Jakarta tapi sedikit lebih “judes”. Pukul delapan pagi kami keluar dari hotel menuju Stasiun Hualampong menggunakan taksi – ya, taksi. Lupa-lupa ingat juga alasan kami naik taksi apa secara judul perjalanan kami kan “backpacking ceria”, mungkin waktu itu kami mau menghemat waktu (karena bus kota di Bangkok tak ubahnya di Jakarta, bobrok dan gak ada jadwalnya)? Atau gak mau kepanasan? Entahlah, yang pasti kami memutuskan untuk naik taksi ke stasiun.

Sampai di stasiun, kami langsung menuju ke loket pembelian tiket. Loket di stasiun Hualampong – yang merupakan stasiun terbesar di Bangkok – ternyata seperti loket tiket di Indonesia zamannya masih ada kereta ekonomi, belum terkomputerisasi. Tiket masih menggunakan kertas yang nantinya akan diceklek (pakai pembolong kertas, persis dengan di Indonesia dulu) sama petugas kereta api on duty. Okay, plus one untuk Indonesia yang masih lebih canggih ya. :)

Kami membeli tiket kelas 3 seharga 15 baht atau kalau dirupiahkan seharga enam ribu rupiah. MURAH BANGET untuk ukuran kereta antar kota antar provinsi. Menurut Google Maps, jarak Stasiun Hualampong – Stasiun Ayutthaya adalah 81 km, sekitar dua pertiga perjalanan Jakarta – Bandung yang kalau ditempuh naik kereta ekonomi butuh merogoh kocek tiga puluh ribuan rupiah! Wow. Murah.. ya, murah. eh tapi gak mau seneng dulu deh. Please, jangan seneng dulu. Kita harus lihat bagaimana kondisi kereta kelas tiganya Thailand. Hehehe.

Informasi jadwal keberangkatan kereta melalui pengeras suara di Stasiun Hualampong disampaikan menggunakan dua Bahasa, yaitu Bahasa Thailand dan Bahasa Inggris. Kami cukup terbantu dengan hal ini mengingat Bahasa Thailand kok yo seperti bahasa planet, bener-bener gak ada kata serapannya. Kami langsung menuju peron yang dimaksud. Dan. Tahukah kamu seperti apa keretanya? Yes, keretanya persis dengan kereta ekonomi di Indonesia, gak ada bedanya. Malah pandangan subjektifku bilang ini kereta lebih kumuh dari kereta ekonomi Indonesia karena kucel banget seperti nggak pernah dibersihkan. Jadi wajar aja deh kalau kita hanya bayar segitu untuk dapat kereta dengan fasilitas yang segitu-gitunya juga. Terlepas dari fasilitasnya yang seadanya, kami bahagia-bahagia aja karena Thailand menyediakan fasilitas transportasi yang “backpacker friendly”.

Ada sebuah kejadian yang bikin kami terkaget-kaget (banget). jadi ceritanya, ini kereta jalannya pelaaan banget. kayaknya hanya 30-40 km/jam deh, sehingga kemungkinan waktu tempuh Bangkok – Ayutthata menjadi 2 jam yang semula munurut Google Maps adalah 90 menit ( ditambah jadwal keberangkatan kereta dari Stasiun Hualampong pun terlambat setengah jam). Tiba-tiba, kereta berhenti di tengah-tengah perjalananan dan bukan berhenti di stasiun. Berhentinya cukup lama. Terus kami disuruh pindah kereta sama petugas kereta api, yang kami pun nggak tahu alasan pindah keretanya kenapa karena saat itu doi menjelaskannya dengan Bahasa Bangkok (aku ra mudeng, suer).
Kami dan para penumpang yang notabene rata-rata turis mancanegara turun aja gitu dengan langkah gontai setelah itu nangkring di pinggir rel kereta api sambil panas-panasan, duh. Untungnya, beberapa menit kemudian, nestapa kami di pinggir kereta api terobati dengan kedatangan kereta pengganti yang, kayaknya sih, kelasnya naik dari yang awalnya kami tumpangi. Punya feeling kalau kami memang nggak punya pilihan, kami naiki kereta pengganti itu sambil mengucap syukur Alhamdulillah, interior dalam keretanya lebih manusiawi dari yang pertama kami tumpangi.

Setelah melalui perjalanan selama kurang lebih 45 menit, sekitar pukul sebelas siang, kami sampai di Stasiun Ayutthaya. Cuaca agak mendung saat itu, tapi tidak menghalangi semangat kami untuk muterin Ayutthaya. Dari stasiun kami jalan kaki menyeberangi sungai Chao Phraya menggunakan perahu kelotok kemudian menyewa sepeda seharga 100 baht atau kalau dirupiahkan seharga empat puluh ribu rupiah. Lumayan murah untuk ukuran sewa sepeda seharian. Sewa sepeda tersebut sudah termasuk kunci gembok sepedanya (walau kami tetap merasa Thailand tidak begitu aman, jadi mending dijagain aja ya sepedanya).

Daaan, inilah hasil jepretan selfie kami selama muter-muter di Ayutthaya Historical Park! Maaf ya minim foto, karena sudah diamankan di lokasi lain. :(

Di depan the famous Buddha, Wat Mahathat

Di Wat Mahathat versi Selfie!

Cuaca dan puunnya pada bagus-bagus, sih. Beginilah kelakuan gadis-gadis dua puluh lima tahun liat yang bisa #nofilterphoto

Agaiiin.

Dari sekian banyak komplek candi yang tersebar di Ayutthaya Historical Park, kami hanya mengunjungi 3 komplek candi terbaik, yaitu Wat Mahathat, Wat Phra Ram, dan Wat Rachabunara. Selain karena rutenya yang mudah (karena kami cewek bertiga ini sejujurnya takut nyasar dan gak bisa balik ke Bangkok hehehe), kami juga harus siapin stamina untuk belanja oleh-oleh di MBK Center.
Alasan lain yang bikin kami memutuskan gak berlama-lama di Ayutthaya adalah… kami mabok candi dan kuil! Hahaha. Iya, bayangin aja kiri kanannya candi lagi, kuil lagi, begitu saja terus. Jadi kalau menurut kami sightseeing sambil sepedaan juga udah puas banget kok, kecuali teman-teman ada yang ingin hunting foto sepuasnya ya. Jadiii silahkan diperhitungkan waktu jalan-jalannya yang efektif dan efisien seperti apa dan tentunya sesuai dengan tujuan masing-masing.

Pukul setengah tiga sore, kami menyudahi perjalanan kami dan segera bertolak ke stasiun Ayutthaya. Saat mengembalikan sepeda, ternyata ada fasilitas charge HP gratis dan WiFi gratis pula, yesss, jarang-jarang ada yang gratisan di Bangkok (seriusan). Lumayan, sambil istirahat lima belas menitan di tempat penyewaan sepeda kami bisa ngintip hape.

Hal yang perlu diperhatikan kalau jalan-jalan di Thailand adalah… jangan lupa bawa minum yang banyak ya. disini kami minim lapar, tapi sangat sangat tersiksa dengan lembabnya cuaca Thailand jadi akan selalu merasa kepanasan dan kehausan. Selama di Ayutthaya kami tahan untuk tidak makan, tapi tidak untuk minum. Di pemberhentian terakhir, kalau tidak salah Wat Phra Ram, kami memutuskan untuk membeli es kelapa muda, es durian, dan air mineral saking kepanasannya. Kalau tidak minum air kelapa mungkin kami tidak akan mungkin bisa melanjutkan perjalanan ke Bangkok. :D

See you when I see you, Ayutthaya!

Sesampainya di Stasiun Hualampong, ternyata hujan lebat sekali… akhirnya ada alasan untuk kembali naik taksi untuk menuju MBK Center, hehehehehe. Padahal tempatnya dekat sekali dengan Stasiun Hwalampong, hanya 2 km-an. Berarti ada untungnya juga Bangkok diguyur hujan hari ini.
Menurut pengelihatan kami, MBK itu bentuknya seperti Mall yang dikombinasikan dengan ITC kalau di Jakarta. Karena di 4 lantai pertama isinya adalah gerai-gerai outlet dan di lantai 5 isinya pusat oleh-oleh Thailand. Lagi-lagi karena tenaga yang sudah low battery dan budget yang minim, kami langsung cabut ke lantai 5 yang tampangnya beneran deh, ITC banget! di lantai 5 ini kita bisa belanja sambil nawar lho, jadi pas banget kalau kesini jangan lupa keluarkan jurus tawar-menawar saat belanja di Mangga Dua atau Thamrin City, ya. mbak-mbak jualannya juga jago bahasa Indonesia, saking seringnya menghadapi customer orang Indonesia. Sampai-sampai ada juga orang Indonesia yang buka lapak disini. Lol :))))

Be honest, barang-barang di Bangkok super murah namun kualitasnya oke punya… nggak heran kalau banyak online shop di Indonesia yang menjual kembali barang Bangkok berkualitas bagus lalu harganya di-mark up berkali-kali lipat. Di Bangkok kamu bisa mendapatkan sarung sutra untuk kondangan dengan harga seperlimanya harga di Indonesia, begitu juga dengan kaos-kaos band (yang ternyata produsennya di Bangkok yaa), dan barang-barang embroidery yang halus dan mulus khas Bangkok seperti baju, tas, dan lain sebagainya, itu murah banget. Nggak heran kalau Bangkok disebut sebagai Surga Belanja sama buibuk. 

Pukul setengah sembilan malam, usai sudah perjalanan kami hari ini.. dan saatnya kembali ke daerah kekuasaan kami di malam hari, Khaosan Road. Taruh tentengan sebentar di hotel, kemudian kami keluar lagi untuk beli makan malam dan tiket travel menuju bandara untuk penerbangan siang kami di esok hari.

Kayak gimana, sih ELF ala Bangkok? Ada ceritanya juga ini… hahaha. Stay tuned, ya!


KODILZ.



No comments:

Post a Comment